-KEMBANG LARUK-
(Ketika aku mendaki karena ketidaktahuan)

-Horror thread-
@bacahorror #bacahorror
Pada tahun itu rokok masih menjadi barang yg sulit untuk didapatkan, pada umumnya orang-orang lebih suka membawa kertas linting lengkap dengan tembakaunya yg biasanya diletakkan dalam satu kotak kayu yang sama, seperti Andris dan Prio, mereka baru saja melinting rokok-
-kemudian menghisapnya tidak jauh dari pos kedua, Riski mencoba untuk tidur seperti Lika yg nampaknya sudah sampai dialam mimpi, sekujur badannya terasa sakit dan ngilu, mungkin karena lelah setelah mengalami kejadian janggal itu,
bertemu dengan sosok yang mereka panggil dengan nama Nyai, terkadang Riski juga merasa heran..

terkadang Riski juga merasa heran.. bagaimana mungkin dirinya sudah melewati dua malam padahal jelas-jelas dari waktu pelarian tidak lebih dari beberapa jam saja,
tapi kembali lagi ke'kepercayaan masing-masing, mungkin saja tanpa Riski sadari dia sudah masuk dan tersesat ke alam lain, tempat di mana yg ghaib benar-benar ada.
Tidak ada yg terjadi selama masa istirahat itu, siangnya ketika matahari sudah berada di atas kepala, Koco membangunkan Riski, dia menepuk-nepuk pipinya, dengan wajah setengah sadar Koco kemudian mengatakan,
“Ayok ayok!! Sak iki munggah maneh mumpung jek awan, target kene dino iki iku gok pos keempat” (ayok ayok!! Sekarang naik lagi mumpung masih siang, target kita hari ini sampai ke pos keempat)
Dengan gestur sedikit malas Riski kemudian bangkit dari tempatnya tidur, dia melihat semua orang sudah bersiap-siap, wajah mereka nampak santai seperti tidak ada yg terjadi kemarin, Riski pun kemudian berdiri dan melihat Lika sedang berbicara dengan Puteri,
rambutnya yg sekarang panjang sebahu nampak sudah dirapikan, mungkin Puteri yg melakukannya.

Riski pun mengangkat tas miliknya lalu memulai perjalanan naik bersama dengan yang lain.
Diperjalanan menuju pos ketiga yg kabarnya hanya ada satu tanah lapang untuk beristirahat membuat semua orang setuju jika target mereka hari ini adalah pos keempat, konon pos ketiga hanya gemah yg dibabat alas membuat Prio selaku orang yang memimpin menargetkan pos keempat.
Bahkan jika memungkinkan mereka mau langsung merangsek sampai pos kelima, tapi yg terpenting adalah kali ini mereka harus lebih waspada dari sebelumnya, tidak ada yang tahu kejadian apalagi yg sudah menunggu mereka.
Di sini Koco kemudian bertanya mengenai kejadian pada malam pertama, bagaimana bisa Riski melihat sepotong kepala perempuan padahal jelas-jelas yg dia ambil cuma sehelai rambut berwarna hitam, tapi kenapa bisa sampai seperti itu, sayangnya tidak ada yang mau menjawab pertanyaan-
itu kecuali Puteri yg kemudian berkata kalau yang sudah terjadi biarkan saja terjadi, tidak ada lagi yg perlu dibahas dari kejadian itu, ini hanya kesalahpahaman saja, Koco hanya diam sewaktu mendengarnya, meski pun di dalam hatinya dia tidak puas dengan jawaban tersebut-
-tapi Koco pada akhirnya memilih untuk mengalah, dia pergi sembari sempat melirik kearah Riski yg kemudian menundukkan kepalanya.
Tanpa mereka semua sadari, waktu berlalu begitu cepat, dari matahari yg ada di atas kepala terus bergerak turun dan mereka semua berhasil mencapai pos ketiga tanpa ada halangan yg berarti, pada pos ketiga mereka semua sempat beristirahat,
saat itu lagi-lagi tidak ada yg bisa memprediksi cuaca yg ada di atas gunung, langit yg sebelumnya cerah mulai berubah menjadi gelap, awan-awan mendung mulai berdatangan, merubah jalan pendakian ini menjadi lebih sulit lagi.
Pada sekitar pukul tiga lewat sepuluh menit, perjalanan kemudian dilanjutkan kembali. Hujan deras kemudian turun, semua pendaki sudah mengenakan mantel menutupi kepala mereka dari air hujan, Andris yang berada dibaris paling belakang kemudian berkata kepada yang lain, “sek sek!!"
(sebentar-sebentar) katanya sembari melihat kesekeliling, entah kenapa sejak tadi dia merasa kalau mendengar suara binatang yg meraung, Prio yg mendengar Andris kemudian turun dan mendekati anak itu, mereka berdua kompak diam sembari memasang pendengaran mereka masing-masing,
Riski yg juga ikut melakukan hal yg sama pun mulai merasa aneh, lagi-lagi bulukuduknya berdiri tanpa ada sebab yg jelas, tapi.. mereka semua hanya mendengar suara gemersak dedaunan yang dihantam oleh air hujan, tidak ada suara raung binatang seperti apa yang dikatakan oleh Andris
“jam piro sak iki?” (jam berapa sekarang?) tanya Prio tiba-tiba kepada yg lain, Puteri mengambil potongan arloji di dalam tas miliknya kemudian berkata kepada Prio, “jam telu liwat limolas” (jam tiga lewat lima belas menit) Prio nampak sedang berpikir sambil sesekali-
-dia menggedek-gedekkan kepalanya, “butuh pirang jam maneh gawe sampe nang pos keempat?” (butuh berapa lama lagi untuk bisa sampai ke pos keempat?)

Mendengar itu Lika kemudian menjawab, “nek lancar palingan butuh petang jam maneh” (kalau lancar harusnya butuh empat jam lagi?)
Prio mengangguk pertanda dia mengerti, kemudian dia meminta Andris berjalan didepan sementara Prio ada di baris belakang, tapi anehnya Prio mengatakan sesuatu yg mungkin akan terdengar sangat janggal bagi anak-anak yg lain.
“mari ki kene bakal ngelewati masa SOROP, nek iso mulai tekan kene ojok onok arek sing wani-wani noleh mburi? Ngerti!!” (sebentar lagi kita akan melewati masa PERALIHAN dari terang kegelap, kalau bisa mulai dari sini satu pun dari kita jangan ada yg melihat kebelakang? Mengerti)
Mendengar itu sontak wajah Lika nampak terkejut, dia menatap Prio sembari bergumam lirih kepadanya, “Njaweh onok nang kene?” (dia ada di sini?)
Prio kemudian membuka mantel dan menunjuk bagian leher, rupanya tidak hanya Riski saja yg merasakan perasaan tidak enak ini, tapi semua anak-anak yg mendaki sekujur tubuhnya merinding luar biasa. Bahkan Puteri yg ada pada barisan depan sempat menyentuh bagian belakang lehernya.
“Heee onok opo iki, sopo Njaweh iku?? Sopo sing dimaksud iki?” (Hee ada apa ini, siapa dia?? Siapa yang dimaksud ini??) tanya Koco, wajahnya nampak pucat.

Tapi nampaknya tidak ada yang memperdulikan pertanyaan Koco, justru semua orang malah tertuju pada Puteri yang berkata,
“Kok isok loh, sak jane Njaweh onok nang nduwur dewe, lapo Njaweh iku mudun sampe semene?” (kok bisa loh, bukannya dia harusnya ada di tempat yang paling atas, ngapain dia sampai turun sejauh ini?)
Semua orang yg melihat Puteri kemudian tersadar akan sesuatu, dengan perlahan mereka semua kemudian beralih memandang kearah Riski,
“soale kembang sing iki wangine semerbak sampe kabeh teko siji nggal siji” (karena bunga yang satu ini wanginya benar-benar harum sampai semuanya datang satu persatu) kata Riski menirukan cara bicara Nyai kepada semua orang yang ada di tempat ini.
tidak ada lagi dari mereka yg berbicara, selepas Riski mengatakan itu.. rasa-rasanya semuanya sudah mengerti penyebab sosok yg paling dihindari di gunung ini sampai turun sejauh ini, Prio tetap mengatakan untuk tidak menoleh kebelakang, meski pun Prio tidak menjelaskan akibatnya.
“kurang sak jam maneh SOROP mas, piyeee opo lanjut opo leren sek nang kene?” (kurang satu jam lagi MASA PERALIHAN, gimana? apa tetap melanjutkan atau berhenti sebentar di sini?) kata Lika yg bertanya kepada Prio, sembari berjalan Prio seperti orang yg sedang melamun,
dia tidak fokus dengan pembicaraan ini, sementara di atas Riski melambatkan langkah kakinya agar dia bisa menguping apa yg sedang Lika dan Prio sedang bicarakan.
“Lanjut Lik, tapi kabeh kudu paham nek situasine iki wes diluar kendali ne kene, piyee iki, Njaweh sampek mudun, asuu!!” (lanjut Lik, tapi semua harus paham dengan situasinya, ini sudah diluar kendali kita, gimana ini, Njaweh sampai turun, anjing!!) bentak Prio yg marah,
“Lah ya mas aku yo gak paham kok sampai bangsat sitok iki melu-melu mudun, sakjane lak gak ngene carane!! Opo gara-gara…” (Lah iya mas aku juga gak paham kok bisa si bangsat satu ini ikut-ikut turun, seharunya kan gak begini caranya!! Apa gara-gara..) Lika menatap punggung Riski
Prio kemudian menjawab dengan suara yg setengah berbisik, “opo kene salah gowo kembang yo, Kembang laruk sing kene gowo iki ambu—ne wangi sak wangi-wangine kembang, mergo iku sing nang duwur siji gal siji pasti mudun”
(apa kita sudah salah bawa kembang, Kembang Laruk yang kita bawa ini aromanya—wangi sewangi-wanginya bunga, karena itu yang di atas pasti turun satu persatu)
Lika kemudian berhenti berjalan, Prio pun ikut berhenti. tapi Prio tak berani melihat kebelakang, dia menunggu Lika menyusul dirinya dan berbicara, “artine sak iki onok kemungkinan nek demit siji iku yo bakal teko.. onok kesempatan kanggo nolong si mbak?”
(apa itu artinya sekarang ada kemungkinan kalau setan yang satu itu juga akan datang.. ada kesempatan untuk bisa menolong si mbak?)

Prio mengangguk. “sakjane ngunu, sawise pos keempat, kene bakalan eroh nang ndi mbak mu disingitno rung tahun kepungkur iki”
(seharusnya begitu, setelah melewati pos keempat, kita akan tau di mana mbakmu selama ini disembunyikan selama dua tahun belakangan ini)
Waktu terus berjalan, sampailah mereka pada titik hutan yg banyak ditumbuhi tanaman liar bersemak belukar, di atas sini, suhu udara semakin dingin dikarenakan hari juga mulai gelap, selain itu hujan juga tak kunjung reda, Riski menggigil sembari mengusap-usapkan tangan,
Puteri kemudian memberitahu, beberapa menit lagi waktu SOROP akan segera dimulai..

Prio yg berada dibarisan paling belakang kemudian berjalan semakin cepat untuk menyusul yg lain, di sana di bawah pohon pinus, Prio kemudian menjelaskan permainannya,
“ojok onok siji sing wani-wani noleh nang mburi apa pun yang terjadi!! Sekali pun kowe krungu suara ne kancamu jalok tulung.. ojok direken, iling.. sampe aku ngomong aman, kowe kabeh kudu nuruti aku, nek igak..!! nek igak…” Prio sempat menelan ludah, “aku karo Lika ra jamin-
-kowe bakal iso mbalik dalam keadaan urip” (jangan ada satu pun orang yg berani-beraninya melihat kebelakang apa pun yang terjadi!! Sekali pun kalian mendengar suara temanmu sendiri minta tolong.. jangan diperdulikan, ingat.. sampai aku bilang aman!! Kalian semua harus menuruti-
apa kataku, kalau tidak..!! kalau tidak..!! aku tidak bisa menjamin kalian bisa kembali dalam keadaan hidup-hidup)
Puteri, Andris, Koco dan Riski, semuanya kemudian mengangguk dalam kondisi saling melihat kepunggung masing-masing, Prio kemudian menjelaskan lebih lanjut, urutan pendakian ini dan tidak boleh dirubah posisinya, mereka semua harus saling menjaga satu sama lain,
yg berada di depan adalah Andris dan Puteri, ditengah-tengah ada Riski dan Koco, sementara dibagian paling belakang ada Lika dan Prio. urutan ini tak boleh berubah sampai dipos keempat.
Mereka saling memberi botol minum yg tersisa, meneguknya sebelum wajah mereka melihat waktu SOROP yg pada akhirnya tiba. Mendadak angin dingin berhembus pelan menyapu badan mereka, tapi anegnya hembusan angin yg ini membuat degup jantung mereka berdetak semakin cepat,
perasaan ini adalah seburuk-buruknya perasaan yang pernah Riski dan yang lain rasakan satu sama lain.
Dengan cepat, semua orang kemudian melangkah lebih cepat dan tegas dari sebelumnya, Riski hanya mendengar derap kaki teman-temannya saja, semua orang nampak ingin segera sampai ke pos keempat, Riski juga hanya bisa melihat punggung tiga orang yang ada dihadapannya,
Riski terus tertuju pada punggung Puteri, Andris dan Koco, dia sama sekali tidak bisa melihat Lika dan Prio yg ada dibelakang, waktu itu kabut sudah mulai menyelimuti sela—sela pepohonan, Riski belum pernah merasakan kalau sekujur badannya saat ini kedinginan sekaligus ketakutan.
Beberapa kali juga Riski seperti melihat ada wajah-wajah manusia yg mengintip dari celah-celah pepohonan, mereka diselimuti oleh kabut yg tebal, bersama-sama mereka saling mengingatkan satu sama lain, “ra usah direken, lurus.. ndelok nang ngarep ae!!”
(tidak usah diperdulikan, lurus saja dan lihat kedepan!!) teriak Puteri, tapi sedikit demi sedikit, perasaan was-was dengan sosok-sosok yg memperhatikan mereka semakin kentara, mereka semakin menunjukkan eksistensinya, hujan mulai reda meski pun masih rintik-rintik,
Riski mulai melepaskan penutup kepalanya, dia masih berjalan mengikuti punggung Koco yg ada dihadapannya, sebelum tiba-tiba saja dia mendengar dengan jelas suara jeritan Lika yg datang dari arah belakang, sontak hal ini membuat tubuh Riski berhenti bergerak. Riski mematung diam.
Melihat ada yg aneh pada tubuh Riski yg tiba-tiba diam, Lika cepat-cepat berkata “onok opooo!! Kowe ra usah noleh!! Ojok percoyo.. aku karo Prio gak popo…!!” (ada apaa!! Kamu gak usah berbalik!! Jangan percaya.. aku sama Prio baik-baik saja..!!)
setelah Lika mengatakan hal itu, tak lama kemudian terdengar suara tertawa yg seperti sedang menertawakan Riski..”Hihihihi…” suaranya seperti suara anak-anak kecil yg cekikikan, anehnya sepertinya hanya Riski yg bisa mendengarnya.
Lika kemudian bertanya, “kowe sempet mandek perkoro opo?” (kamu tadi sempat berhenti karena apa?)

Riski kemudian menjawab, “mau.. aku krungu koyok onok suaramu jerit, tak kiro awakmu jalok tolong” (tadi.. aku dengar kaya ada suaramu yg menjerit, ku kira kamu meminta tolong)
Lika kemudian berkata, “igak!! Aku gak jerit ket mau, tambah aku ra eroh nek onok suara, tapi aku paham awakmu pas sempet mandek pasti onok opo-opo, mangkane awakmu dideleh nang tengah”
(tidak!! Aku tidak berteriak tadi, malah aku tidak tau kalau ada suara, tapi aku paham kalau kamu sempat berhenti pasti ada apa-apanya, makanya kamu ditaruh diposisi tengah)
Seketika Riski hanya bisa membatin, tipu muslihat sosok ini jauh lebih sulit dibandingkan Nyai yg menunjukkan wujudnya secara terang-terangan. Prio kemudian ikut berkata, “ojok sampe kowe ndelok Njaweh!! Percoyo karo aku, ojok kebujuk Ris karo demit siji iki”
(jangan sampai kamu terkena tipu dayanya!! Percaya sama aku, jangan sampai tertipu Ris dengan setan yang satu ini) Riski hanya bisa mengangguk setelah mendengarnya, bagaimana pun juga Riski bisa merasakan kalau sosok yg mereka bicarakan ini jauh lebih gelap dibandingkan Nyai.
Rombongan terus berjalan naik, sementara suasana gelap sudah menyelimuti tempat ini, Riski dan yg lain sudah memegang senter ditangannya masing-masing, mereka masih mengikuti alur di mana Koco mengikuti punggung Andris begitu pula dengan Lika dan Prio yg berjalan mengikuti Riski.
Hujan deras kemudian kembali turun, membuat Riski menggunakan penutup mantel dikepalanya lagi yg sebelumnya dia turunkan, medan pendakian juga menjadi semakin sulit, di depan banyak ditemui hambatan tanah berlumpur, terpaksa satu persatu dari mereka mengeluarkan tenaga yg besar,
beberapa kali Riski juga menghela nafas berat karena selain medan yg menyusahkan, suhu udara juga terasa semakin dingin, teriakan-teriakan dari Puteri, Koco dan Prio saling bersahut-sahutan satu sama lain, mereka saling memberikan nasihat untuk tetap tenang dan tidak terburu-buru
saat itu lah Riski kemudian mencium aroma yg sangat wangi, aroma dari sepuhan ratusan kembang melati, dan aroma ini berasal tepat dibelakang Riski, sontak Riski seketika terdiam, merinding, dia merasa kalau dibelakangnya ada sosok lain yg bergabung bersama dengan Lika dan Prio.
Tapi Riski mencoba abai dengan situasi ini, dia terus menerjang medan yg sulit itu kemudian tetap mengikuti punggung Koco yg juga mengikuti punggung Puteri dan Andris.

hanya saja semakin lama, wangi aroma melati membuat rasa penasarannya kian meninggi, apa Lika dalam bahaya?
kejadian ini kemudian mengingatkan Riski dengan apa yg dikatakan oleh nyai kepadanya. “tambah wangi tambah bahaya” (semakin wangi semakin berbahaya) entah kenapa, ia kemudian terngiang-ngiang dengan kalimat itu sampai tanpa sadari, kakinya menjejak pada tanah yang gembur.
sedangkan yg lain, Koco, Puteri dan Andris menapak pada akar-akar pohon, seketika Riski tersungkur jatuh sendirian diikuti teriakan Lika dan Prio yg terkejut melihat kegawatan ini, sayangnya mulai dari barisan Koco sampai Puteri tidak ada yg berani menoleh melihat kebelakang.
setidaknya itu yg Riski rasakan waktu itu sebelum tubuhnya menerjang jatuh kebawah, untungnya jatuhnya Riski tidak berakibat fatal karena tubuh Riski sempat tertahan menghantam akar pohon lain, otomatis sekarang Riski berada di barisan paling belakang, dan saat itu lah dia-
kemudian bisa melihat punggung Prio dan Lika yg ada dihadapannya, hal ini membuat Riski melotot tidak percaya dengan apa yg dia lihat.

disamping Lika dan Prio yg sedang diam sembari berteriak memanggil Riski, ada anak-anak kecil bergaun putih menggandeng tangan mereka.
anak-anak itu kemudian tertawa, suaranya sama persis dengan sosok yg menertawai Riski tadi, mereka menoleh melihat Riski dengan wajahnya yg buruk rupa.. seperti daging yg mengelupas dari tengkorak kepala mereka, kemudian.. anak-anak ini memberi gestur di bibir sembari menunjuk..
Riski yg merasakan getir ngilu disekujur tubuhnya tidak mengerti maksud dari sosok anak-anak kecil ini tapi Riski menyadari satu hal, aroma melati itu tidak berasal dari tubuh anak-anak misterius ini, tapi.. aroma melati itu masih berada tepat dibelakangnya..
tak berselang lama, Riski merasakan ada yg menyentuh bahunya, Riski termangu ketakutan melirik sepotong tangan dengan 5 ruas jari, pada umumnya manusia normal hanya memiliki 3 ruas pada setiap jarinya tapi yg ini sampai memiliki 5 ruas jari dengan kuku yg cukup panjang..
aroma sepuhan wangi melati tercium menyengat dan membuat Riski melengus menutup hidungnya, dari arah belakang suara berat itu kemudian terdengar ditelinga Riski, "Aaaweeeehhh" "Aaaaaweeeeeh"

terdengar seperti Aweeh atau mungkin Njaweeeeh..
anehnya, tubuh Riski kaku tidak berani bergerak sementara anak-anak perempuan itu terus tertawa seperti sengaja menertawai Riski, mereka terus menerus menunjuk Riski. Saat itu lah hal yg tidak pernah diduga-duga dilakukan oleh Prio,

pemuda itu menoleh kebelakang, wajahnya pucat
Prio kemudian berlari tunggang langgang naik keatas sendirian, tak perduli apa pun yg ada dihadapannya, Prio berlari sendirian melewati Koco, Puteri dan Andris..

Riski yg melihat peristiwa itu kemudian sadar kalau aroma melati yg ada dibelakangnya sudah lenyap..
Riski kemudian berdiri, dengan gestur yg sadar kalau Prio dalam bahaya besar, ia kemudian berlari menuju ke tempat Lika, dia mengingatkan kalau Njaweh saat ini sedang mengejar Prio, Lika yg mendengarnya nampak terkejut wajahnya pucat pasi, dia kemudian berkata, "ra bakal selamet"
(tidak akan selamat)

Lika kemudian menarik tangan Riski, membawanya mendekat kearah yg lain, Puteri tampak bingung kenapa tiba-tiba Prio berlari seperti itu, dengan wajah datar Lika berkata, "cepet ayok nang pos keempat" (cepat ayok kita pergi ke pos keempat)

Puteri hanya diam,
dia sadar ada yg tidak beres, sementara Riski melihat diatas dahan-dahan pohon semakin banyak anak-anak yg duduk menggoyang-goyangkan kakinya, mereka masih menertawai Riski, Koco dan Andris pun terpaksa memimpin di depan sebelum aroma itu kembali diikuti suaranya, "Kih kih kih"
Riski berkata kepada Lika, "Nyai mbalik"

mendengar itu, Lika mengangguk dan semua orang yg ada di sana berlari sekuat tenaga, Riski pun melakukan hal yg sama, sayup-sayup suara wanita tua itu tertawa semakin keras, sampai membuat Riski begidik ngeri melihat sosoknya yg merangkak
sembari berlari, Lika berteriak kepada Puteri.. "tiang e nang pos keempat kan?" (dia ada di pos keempat kan?)

Puteri mengangguk sembari berkata, "iyo, Nyai ra wani melbu pos keempat, soale wes bedo teritorine" (iya, nyai gak akan berani masuk ke sana, soalnya sudah beda wilayah)
Koco yg berlari paling depan ikut berteriak, "asline ki kene ki lapo mlayu, sak umur-umur gak tau aku ndaki terus mlayu koyok maling dikejar-kejar!!" (sebenarnya kita itu kenapa harus lari, seumur hidup aku gak pernah mendaki tapi lari kaya maling yg dikejar-kejar)
Riski dan yg lain tidak perduli, mereka saling berlari meninggalkan satu sama lain, Koco pun akhirnya tidak punya pilihan lain selain ikut mengejar Andris yg sudah berada didepannya, saat itu lah medan naik terlihat dan Puteri menunjuk itu..

pos keempat, akhirnya mereka sampai..
semua orang seketika melesat masuk ke dalam gedung tua yg berukuran sedang, Lika melihat ke jendela mengamati apa yg ada di luar, saat itu lah Riski mengatakan kalau Nyai sudah pergi hal ini terasa dari aroma wangi tubuhnya yg sudah lenyap..
tapi rupanya ini belum selesai, Andris yg pertama menyadari kalau di dalam bangunan tua ini ada seorang pendaki yg sedang duduk menatap mereka dengan pandangan mata yg dingin..

seorang pemuda biasa yg memiliki kulit pucat yg seperti mayat..
Riski kemudian meminta semua temannya mundur, dengan gemetar Riski kemudian berkata, kalau pemuda yg ada didepannya ini meski pun memakai baju pendaki tapi aroma tubuhnya wangi sekali.. seperti aroma minyak kasturi, Riski tau dia bukan manusia..
"kulo.. kesasar, mboten saget mudun, oleh a kulo gabung kaleh njenenengan sekalean?" (saya tersesat, gak bisa turun, boleh saya ikut bergabung sama kalian?)

Riski melihat Lika, bulukuduk Riski merinding didekat anak laki-laki ini, wajahnya nampak tak memiliki emosi..
"saya masih manusia kok" katanya, tapi Riski tidak percaya, Lika dan Puteri saling memandang,

"kalu saya menolak pun rasa-rasanya mas juga pasti ikut kan?"

laki-laki itu tersenyum menyeringai, "nggih.. saya akan tetap memaksa untuk ikut kalian"

semua orang seketika terdiam..
Lika kemudian tak memperdulikan laki-laki itu, sekarang Lika menagih janji kepada Puteri, "nang ndi kampunge? nang ndi tiang e?" (di mana kampungnya? dimana dia?)

"kudu onok sing Nyamben aku sek Lik" (harus ada yg Nyamben aku dulu Lik)
Andris kemudian maju, dia berkata kalau seharusnya ini pekerjaan Prio, tapi orang itu sudah pergi dan tidak tau bagaimana keadaannya, sementara Lika juga tidak mengerti caranya..

Riski dan Koco sama bingungnya, apa yg dimaksud Nyamben ini..
Puteri akhirnya menunjuk Andris, memaksa bocah itu melakukannya apa pun resikonya, mereka sudah berjalan sejauh ini, naik atau turun sama berbahayanya, Andris nampak ragu, dia ingin menolak tapi Lika melotot kearahnya, anak itu pun akhirnya setuju melakukannya..
didepan bangunan itu, Andris menyalakan kemenyan yg dibawa oleh Lika, dia juga mengambil daun pandan, sementara Puteri melpas seluruh pakaiannya di depan semua orang, Koco pun sampai terngangah melihatnya, tidak ada yg tau apa yg mau dilakukan Puteri..
hanya menggunakan pakaian dalam ditengah suhu yg sangat dingin, Puteri kemudian memberi gestur orang yg seperti bersimpuh di depan tungku kemenyan yg mengepulkan asap, Andris yg berdiri dibelakangnya kemudian melilit leher Puteri sampai anak itu tersedak dan meronta-ronta..
Riski dan Koco sempat mau beraksi menghentikan Andris tapi dihentikan Lika, sementara wajah Puteri sudah kemerahan, matanya melotot keatas, sebelum.. dia rubuh tak sadarkan diri..

Andris membuang kain yg dia gunakan untuk melilit sekaligus daun yg ada didalamnya..
saat Riski bertanya apa yg dilakukan oleh Andris yg memilih diam dan masuk ke bangunan sendirian, tiba-tiba tersentak saat melihat Puteri menciumi tubuh Riski, dia seperti binatang yg mengendus, dengan wajah menyeringai dia berkata, "Kembang iki iso ndudui nang ndi mbakmu.. nduk"
(kembang ini bisa menunjukkan dimana keberadaan kakakmu.. nak)

Riski seketika menyadari, aroma tubuh Puteri sudah berbeda, jika ada wangi yg bisa mengalahkan minyak kasturi, itu adalah wangi tubuh Puteri yg membuat Riski menggigil karena merinding..
sorot mata Puteri lebih seperti sorot mata orang yg sedang kosong, teduh, sejuk tapi menakutkan.

Riski sampai harus menghindarkan dirinya dari pandangan Puteri dibelakang tubuh Koco, sementara Koco tertuju melihat tubuh Puteri yang begitu berisi sembari sesekali menelan ludah.
"ndak usah takut mas Riski, saya ndak ada keinginan buat makan kamu walau pun aroma badanmu manis"

Riski melihat Lika, anak itu hanya melihat Puteri dengan ekspresi yg dingin.

tak lama kemudian Koco yg baru sadar dari lamunannya menyuruh semua orang masuk ke pos bangunan.
Puteri berdiri bersama dengan Lika, mereka seperti sedang berbicara, lagi-lagi Riski mendapati tingkah Puteri yg sedikit aneh, sesekali mereka seperti sedang melihat kearahnya.

Riski merasakan sesuatu yg tidak mengenakan di dalam tubuhnya, tapi dia masih belum tahu apa itu.
Andris duduk dipojok sembari menekuk lutut, sejak apa yg tadi dia lakukan kepada Puteri, bocah itu seakan memilih menyendiri jauh dari semua orang, sementara Riski masih bersama dengan Koco, duduk sambil mempelajari situasi, kecuali Koco matanya tidak berkedip melihat Puteri.
"cah kui ayu yo asline, tapi kok ra waras, moso adem-adem ngene mek gawe ngunu iku?" (anak itu cantik loh aslinya, tapi ya kok sedikit gak waras, masa dingin-dingin gini pake pakaian kaya gitu?) ujar Koco kepada Riski, dari semua orang yg di sini Koco memang yg paling tidak peka.
"kancamu onok sing nggandeli, cah wedok sing ayu tapi asline rupane remuk sampek gak kekiro" (temanmu ada yg menggantikan, seorang perempuan yg sangat cantik tapi rupa aslinya hancur sampai tidak terkira)

Riski terhenyak, ucapan itu keluar dari pemuda asing yg ada disampingnya.
Riski baru sadar kalau ada pemuda ini sejak tadi, terkadang hawa keberadaannya samar.

"ngapusi kowe, cah ayu koyok ngunu kok diomong remuk, ndasmu iku remuk" (bohong kamu, anak cantik gitu kok dibilang hancur, kepalamu itu yg remuk)

pemuda itu hanya tersenyum kepada Koco.
"sinten asmane?" (siapa nama anda?)

pemuda itu melihat Riski, melambaikan tangannya meminta Riski mendekatkan telinganya, Koco yg melihat itu sedikit kesal dengan tingkah laku orang yg ndak jelas asal usulnya ini.

setelah pemuda itu selesai berbisik, Riski nampak pucat.
Koco menyenggol badan Riski, saat itu lah bocah itu baru sadar, Koco memberikan gestur apa yg dibisiki oleh orang aneh yg ada disamping mereka ini, ketika Riski melihat pemuda itu lagi, satu jarinya berdiri tepat didepan mulut seakan memberitahu agar Riski tidak mengatakannya.
Lika menyingkir dari hadapan Puteri, ia mendekati Andris dan lagi-lagi mereka seperti sedang membicarakan sesuatu.

Puteri yg sendirian kemudian menoleh melihat kearah Riski, ia tersenyum menyeringai lalu dengan tenang berjalan mendekati Riski, Koco masih tertuju pada tubuhnya.
"jancok mrene cok arek iki!! lapo iki.." kata Koco sambil menepuk-nepuk bahu Riski.

saat jarak diantara mereka terpaut beberapa langkah, Puteri berhenti lalu melirik pemuda yg juga sedang melihatnya, ada garis wajah yg jijik saat mata mereka bertemu.

tak lama pemuda itu pergi.
Puteri kemudian meminta Riski berdiri, ia mendekatkan wajahnya sambil berkata, "mari ngene nek sawut'e wes podo mudun, kabeh mlaku maneh yo, kampung e wes cidek, kowe karo Lika kudu gelem jamin cah-cah iki" (setelah ini kalau mendung sudah turun, semua jalan lagi ya, kampung-
-nya sudah dekat, kamu dan Lika harus mau menjamin anak-anak ini)

"Jamin?" Riski bingung dengan ungkapan itu, tapi Lika kemudian berkata, "iyo, aku karo Riski sing jamin" (iya aku dengan Riski yg akan menjamin)

Riski yg melihat Lika kemudian tak berkata apa-apa.
wajah pemuda yg menyingkir itu sempat menunduk seperti kecewa dengan keputusan Riski yg tidak melawan Lika sama sekali.

sementara Koco yg paling bingung dengan situasi ini hanya bisa hah heh, apalagi dia satu-satunya yg rasa-rasanya masih ingat dengan kawan mereka yaitu Prio.
"Prio piye cah kui rung mbalik loh? opo gak digoleki?" (Prio gimana, anak itu belum balik loh? apa gak dicari dulu?)

Lika mendekat kemudian berkata "Prio ra popo, engkok lak ketemu maneh, turu ae kowe.. engkok tak bugah kapan lanjut mlaku" (Prio gak papa, nanti pasti ketemu lagi
tidur saja dulu kalian, nanti kubangunin kalau lanjut jalan)

"Lanjut?" Koco tentu saja kaget, dia kira mau istirahat semalam di sini tapi rasa-rasanya Lika ingin tetap melanjutkan perjalanan meski pun masih butuh berjam-jam lagi sampai pagi datang.
"iyo lanjut, nek kowe ra gelem, turu ae nang kene, tapi ijen yo?" (iya lanjut, kalau kamu gak mau, tidur aja di sini, tapi sendirian ya?)

Koco pun menolak, sementara Puteri pergi, ia mengenakan lagi pakaian yg tadi dia kenakan, sembari matanya terus melihat Riski.
tak berselang lama hujan deras turun, sekuat apa pun Riski mencoba untuk tidur dia tidak bisa, ada sesuatu yg mengganjal, mulai dari jaminan, kemudian bisikan dari pemuda itu yg entah kenapa bisa membuat Riski begidik ngeri. "Bangsat!! kenapa jadi gini setan!!" ujarnya,
ketika waktu menunjukkan pukul 1 malam, saat itu lah Puteri berdiri dari tempatnya, diikuti Lika yg kemudian sadar, Andris dan Riski pun langsung mengangkat tas mereka, berikut si pemuda yg sejak tadi menghabiskan waktu duduk di teras pos bangunan, hujan jg mulai reda,
Koco adalah orang terakhir yg dibangunkan oleh Riski, meski awalnya bocah sial itu menolak dan memilih tetap tidur tapi pada akhirnya Koco mengalah dan memaksa tubuhnya untuk menembus tanah berlumpur akibat hujan tersebut.
mula-mula Puteri yg berjalan paling depan, sambil berkata dia hanya bisa mengantarkan rombongan ke kampung itu, jaminan yg sudah dibuat tidak menentukan langkah selanjutnya tapi Lika punya hutang kepada siapa pun yg ada pada diri Puteri. Riski memahami situasi ini.
pemuda itu berjalan paling belakang seolah menjauh dari Puteri, Riski sesekali mengawasi wajahnya yg benar-benar pucat, mata-nya cekung dengan bibir kebiru-biruan, sementara Lika yg berada dibelakang Riski berjalan tanpa perduli apa pun.
tanah yg tidak rata dengan kepadatannya yg menggembur menyulitkan medan ini, beberapa kali mereka nyaris terperosok atau terseok, di bawah pohon-pohon besar dan tinggi, satu persatu dari mereka mulai merasakan gejala yg aneh, dimulai sekujur badan mulai merinding.
Puteri menunjuk bahwa tidak lama lagi semua orang akan sampai di kampung itu, lebih baik tidak ada yg pergi atau berpencar karena semakin dekat kampung, akan semakin banyak warganya yg sudah siap menyambut.
barisan pohon-pohon besar itu semakin lebat dengan semak nyaris setinggi badan manusia, menutupi setiap sela dan tidak memberikan kesempatan mata untuk mengeksplor lebih jauh apa yg ada di depan, Lika berjalan semakin cepat, karena Puteri menambah kecepatan. termasuk si pemuda.
si pemuda yg awalnya ada di belakang tiba-tiba saja sudah melewati Riski dan Koco, tak ada yg tahu apa dan tujuan pemuda ini untuk memaksa tetap ikut, sementara Koco dari raut wajahnya sepertinya tubuhnya sedang dalam kondisi yg tidak menyenangkan, beberapa kali dia bernafas-
-lebih panjang.

saat jarak mereka terpaut sekitar sepuluh sampai dua belas langkah, Koco menarik ransel Riski sebelum berujar, "hancok kebelet ngeseng aku!!" (hancok, aku pengen buang air besar)

Riski yg mendengarnya hanya bisa diam sambil menatap Koco nanar.
Riski kemudian melihat kedepan hanya Andris yg nampaknya menyadari kalau Riski dan Koco tertinggal, Riski menjelaskan keadaannya, dengan terpaksa seluruh rombongan pun berhenti, hanya Lika yg nampak geram melihat kejadian ini, tak lama Puteri mendekat lalu menawarkan diri-
untuk mengantar Koco.

"gak popo, iki wes kawasan kampunge, ayok nang kunu onok godong kriwuk, tak terke" (gak papa, ini sudah masuk kawasan kampungnya, ayok disitu ada daun rimbun, kuantar)

Koco pun setuju, mereka berdua pergi menembus semak belukar yg tidak jauh dari mereka.
Riski yg merasa Koco dan Puteri sudah pergi terlalu lama mulai khawatir apalagi ia berkali-kali merasa sungkan dengan Lika yg melihatnya dengan sorot mata dingin, Riski pun berkata akan menyusul mereka berdua, saat itu Andris menawarkan diri tapi Riski menolak..
Riski menyingkirkan setiap daun rimbun yg menghalanginya, dedaunan ini menyerupai daun muris yg mempunyai dimensi lebar, terkadang sayatan rantingnya membuat kulit Riski terasa perih, saat menjelajah semakin jauh samar-samar terdengar suara Koco yg mengejan.. sebelum, Gedebuk!!
suaranya seperti karung jatuh atau sesuatu yg menyerupainya, Riski berhenti sebentar menyingkirkan rimbun yg menghalangi pandangannya dan lagi-lagi suara gedebuk jatuh terdengar lagi, bahkan hingga dua tiga kali dalam satu waktu yg berdekatan.
Riski tidak tahu suara apa itu tadi jadi dia melanjutkan langkahnya, ketika melewati satu pohon kembar dimana dibagian tengahnya terdapat tanah agak menurun disitulah Riski menemukan Koco sedang melihatnya dengan ekspresi orang yg bersusah payah mengeluarkan apa yg ada diperutnya
Riski pun menyingkir kebagian sisi pohon sambil berteriak, "ning ndi Puteri?" (kemana Puteri?)

suara Koco terdengar dimana dia mengatakan kalau Puteri ada dibagian sisi pohon yg lain, Riski pun mengerti, tiba-tiba suara gedebuk itu kembali dan mengejutkan mereka berdua.
"kowe krungu gak sih koyo onok suara rutuh?" (kamu dengar gak sih kaya ada suara jatuh?)

Koco yg ada dibawah menjawabnya, "krungu, suarane koyok kelopo rutuh" (kedengeran, suaranya kaya buah kelapa yg jatuh)

"ing ndi onok kelopo nang tengah gunung ngene ki?" (dimana ada pohon-
-kelapa ditengah hutan kaya gini?)

"lah iku mangkane" (lah ya itu makanya) jawab Koco, ditengah-tengah percakapan itu, Riski kemudian melihat benda jatuh itu dari arah tempat seharusnya Puteri sedang berada, begitupula dengan Koco suara benda jatuh juga terdengar dibelakangnya..
Riskipun berjalan mendekat melewati bagian tengah tempat Koco bisa melihat Riski, dengan langkah kaki pelan Riski melihat apa yg jatuh dari balik pohon itu saat dia melihat selembar kain yg membungkus, warnanya putih kusam dalam kondisi terbaring, karena samar Riski mengamatinya
di sana, Riski melihatnya, wajah manusia yg hitam legam seperti daging yg lama membusuk sedang melotot melihat Riski sembari mengangah lebar,

belum bergerak dari tempatnya, Riski mendengar suara Koco menjerit dengan suara lantang, "POCONG ALAS DADAKNO"

di situlah, Riski sadar..
baik di bawah mau pun di atas ranting-ranting pohon, nyaris seluruh tempat ini dihuni oleh puluhan bahkan mungkin lebih sosok pocong yg memiliki bentuk tubuh dan ukuran berbeda-beda.

wujud mereka sama dengan kulit wajah nyaris hancur seperti daging dicincang hingga merah hitam
saat itu lah Puteri datang dengan yg lain sambil berujar "aku salah, iki wes melbu kampung e, enggen sing digawe Koco ngising iku nggone mbok-mbok ane, nggon Sadekwoh sing butuh jaminan mau" (aku salah, ini ternyata sudah masuk kampungnya, tempat yg dipakai Koco buang air besar-
-itu tempat yg paling tua berada, tempat dia yg membutuhkan jaminan tadi)

Riski menoleh melihat Koco yg sudah kocar kacir dimana dibelakangnya ada wujud familiar yg Riski kenal,

seonggok Pocong dengan kain berwarna hitam legam hanya saja ukurannya tujuh kali manusia normal.
You can follow @SimpleM81378523.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: