Sukarno membentuk Lembaga Tenaga Atom dari usulan Dr Siwabessy, agar Pemerintah memberi perhatian kepada pengembangan nuklir. Dokter ahli radiologi ini dipercaya menjadi ketua & membuat cetak biru nuklir nasional serta mengirim mahasiswa Indonesia belajar nuklir di luar negeri https://twitter.com/BungLaca/status/1387955019459137537
Ketika Lembaga Tenaga Atom Indonesia ( sekarang BATAN ) didirikan Desember 1958, Bung Karno mengindikasikan bahwa teknologi nuklir harus dikuasai oleh bangsa Indonesia. Bagaimana caranya ?

Yakni dengan memanfaatkan persaingan perang dingin antara Amerika dan Uni Sovyet.
Kepada Kennedy, Sukarno membujuk Amerika menyediakan reaktor kecil 250 kilowatt untuk riset, dibangun thn 1961 di ITB. Di bawah persetujuan bilateral rencana kerja 5 tahun, Amerika menyumbang US $ 451.900,- sebagai bantuan finansial guna pengembangan reactor untuk tujuan damai.
Namun Indonesia harus membuat perjanjian dengan mengizinkan reaktor nuklirnya diinspeksi IAEA. Hal tersebut bertujuan untuk mengendalikan Indonesia yang dikhawatirkan tak mengembalikan uranium suplai dari AS dan menggunakannya untuk membuat bom.
Pinternya Bung Karno. Dia gosok negeri beruang merah. Tak mau kalah, maka Uni Sovyet menawarkan 2 reaktor untuk tujuan riset. Reaktor pertama selesai dibangun November 1962, dengan perjanjian untuk memperoleh reaktor lain berkekuatan 2000 kilowatt yang ditandatangani tahun 1964.
15 November 1964, Direktur Pengadaan Senjata Angkatan Darat Brigjen Hartono mengumumkan \\akan mengujicoba bom atom pada 1969. Dia mengatakan 200 ilmuwan bekerja memproduksi bom atom tersebut. Dalam laporan itu, direncanakan bom atom akan diledakan di luar kepulauan Mentawai
16 November 64 ketika ilmuwan ilmuwan yang dipimpin Ir. Djali Ahimsa menyelesaikan criticality-experiment terhadap reaktor nuklir pertama Triga Mark II di Bandung. Pada keesokan harinya tertanggal 17 November 1964 Harian Karya memberitakan soal kedatangan abad nuklir di Indonesia
Tanggal18 November 1964 Radio Australia mengumumkan bahwa “ Indonesia mampu membuat reaktor atom ”. Rencana ujicoba bom atom malah membuat dunia kalangkabut.
Tanggal 16 Oktober 1964, Tiongkok berhasil meledakan bom atom pertama, yang membuat ketua Mao sangat bersemangat untuk menunjukan kepada dunia bahwa sebuah negara berkembang juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan teknologi nuklirnya sendiri --->
Pada saat bersamaan, Sukarno memperlihatkan ketertarikan untuk mengalihkan penggunaan tenaga nuklir demi tujuan damai, menjadi senjata nuklir. Ia yakin dengan jika Indonesia memiliki senjata nuklir, merupakan kunci untuk meningkatkan status Indonesia di dunia Internasional.
Hubungan yang dekat antara Tiongkok dan Indonesia memungkinkan pembicaraan tentang bantuan pengembangan nuklir bagi ilmuwan Indonesia. Sehingga Sukarno perlu mengumumkan dalam Kongres Muhammadiyah di Bandung akhir Juli 1965
“ Insya Allah dalam waktu dekat ini kita akan berhasil membuat bom atom sendiri. Bom atom itu bukan untuk mengagresi bangsa lain, tetapi sekadar untuk menjaga kedaulatan tanah air kita dari gangguan gangguan tangan jahil.....
Akan kita gunakan kalau kita diganggu atau diserang. Bila kita diganggu, seluruh rakyat Indonesia akan maju ke depan dan menggerakan seluruh senjata yang ada pada kita. Sudah kehendak Tuhan, Indonesia akan segera memproduksi bom atomnya “ Demikian kata Sukarno
Publik internasional terhenyak. Negara-negara Barat dan sekutunya khawatir dan protes. Menteri Pertahanan Australia Shane Paltridge mengatakan, pernyataan ini tak boleh disepelekan. Wakil PM Malaysia Tun Abdul Razak, yang merasa sangat terancam, memerintahkan penyelidikan serius
AS mendapat kesimpulan, kemampuan nuklir Indonesia belum mencukupi untuk memproduksi bom, oleh karena itu AS tetap melanjutkan bantuannya kepada program nuklir Indonesia. Pada September 1965, AS dan Indonesia kembali menandatangani perjanjian kerjasama nuklirnya
Pembicaraan lebih lanjut, Sukarno memiliki cetak biru reaktor nuklir pembangkit listrik harus beroperasi tahun 1974. Maka kelompok energy atom tiba di Tiongkok 21 Sep 1965, terdiri dari ilmuwan, personil militer, termasuk Marsekal muda Sutopo & mantan direktur BATAN Djali Ahimsa
Permohonan untuk melakukan kunjungan ke beberapa reactor nuklir termasuk mengunjungi reaktor riset nuklir di Universitas Qinghua, kemudian laboratoriun fisika nuklir Universitas Peking dan Institut Energi Atom untuk penelitian bagaimana energy atom digunakan untuk tujuan militer.
Rombongan delegasi Indonesia diharapkan akan membawa plutonium dari Tiongkok yang menjadi bagian dari perjanjian antara Sukarno dan Mao Ze Dong. Djali Ahimsa yakin dengan adanya plutonium dari Tiongkok, para peneliti Indonesia akan mampu membuat bom nuklir sendiri
Pada saat itu juga disepakati akan ada kunjungan balasan dari ilmuwan nuklir Tiongkok ke Indonesia pada tahun 1966. Universitas Qinghua merundingkan kerja sama dengan ITB untuk menyambut kunjungan ilmuwan Tiongkok itu.
Pada Malam hari tanggal 30 September 1965, hanya beberapa jam sebelum G 30 S terjadi di Indonesia. Mao Zedong bertemu dengan wakil delegasi Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) yang diundang ke Beijing untuk menghadiri perayaan nasional Tiongkok.
Disela sela pembicaraan bilateral, ketua Mao berbicara tentang bantuan nuklir kepada Chaerul Saleh.

Ketua Mao : Dewasa ini dunia dalam tidak masa damai, karenanya kita memerlukan kekuatan militer, dan tambahan lain lagi, bom atom. Apakah kalian ingin membuat bom atom ?
Chaerul Saleh : Kami ingin, dan kami tidak setuju jika kepemilikan persenjataan nuklir hanya didominasi oleh beberapa kekuatan besar saja

Ketua Mao : Kalian harus membuatnya. Tidak ada monopoli. Semua teknologi harus dibuka. Semua negara harus dapat berkomunikasi dengan bebas.
Dengan adanya G 30 S telah mengubah kebijakan Tiongkok termasuk bantuan pengembangan tenaga nuklir. Tadinya Perdana Menteri Zhou Enlai berencana mengadakan dialog dengan kelompok energy atom Indonesia tgl 2 Oktober 1965, untuk membicarakan bantuan Tiongkok kepada Indonesia
Dengan kejadian yang terjadi di Indonesia, pertemuan itu ditunda untuk waktu yang tidak jelas. Ketika Djali Ahimsa menanyakan tentang kemungkinan mengunjungi pabrik pengayaan uranium di Chengdu, Zhou Enlai menjawab ia akan mengaturnya. Namun kunjungan itu tidak pernah terjadi.
2 Oktober AURI mengirim pesawat untuk menjemput sebagian anggota delegasi. Sebagian besar memutuskan tinggal lebih lama di Tiongkok, dan sebagian kecil pulang. Marsekal Muda Sutopo dan Djali Ahimsa termasuk yang pulang dan mereka kembali di Indonesia pada tanggal 6 Oktober 1965.
Era Nuklir Indonesiapun akhirya pupus. Pengganti Sukarno kurang menunjukan minat pada teknologi nuklir. Mungkin kita harus menunggu satu abad lagi
You can follow @BungLaca.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: