“Anthropic Bias”
Kenapa manusia mudah jatuh pada bias bahwa spesies, bahkan dirinya secara pribadi, adalah pusat dari kisah semesta?
Kenapa manusia mudah jatuh pada bias bahwa spesies, bahkan dirinya secara pribadi, adalah pusat dari kisah semesta?
Catatan :
Beberapa terms yang akan digunakan sebenarnya cukup ketat didefinisikan oleh Physicist dan Philosopher dengan beberapa interpretasi, tapi kita akan gunakan secara lepas.
Beberapa terms yang akan digunakan sebenarnya cukup ketat didefinisikan oleh Physicist dan Philosopher dengan beberapa interpretasi, tapi kita akan gunakan secara lepas.
Kita pasti pernah mengalami sesuatu dan merasa sesuatu itu terjadi sedemikian rupa khusus untuk kita.
Contoh : Bayangkan anda adalah Newton. Lalu anda melihat apel jatuh, dan akhirnya anda menemukan hukum gravitasi.
“Wah, apel jatuh ini pasti ditakdirkan untuk saya lihat!”
Contoh : Bayangkan anda adalah Newton. Lalu anda melihat apel jatuh, dan akhirnya anda menemukan hukum gravitasi.
“Wah, apel jatuh ini pasti ditakdirkan untuk saya lihat!”
Otak manusia berevolusi untuk mencari kausalitas, bukan memahami probabilitas.
Saat A terjadi lalu B terjadi, intuisi kita akan memaknai A menyebabkan B. Ini adalah fallacy yang umum. Secara evolusi, jumping to conclusion tidak presisi tapi sering bermanfaat untuk survival.
Saat A terjadi lalu B terjadi, intuisi kita akan memaknai A menyebabkan B. Ini adalah fallacy yang umum. Secara evolusi, jumping to conclusion tidak presisi tapi sering bermanfaat untuk survival.
Selain itu, otak spesies kita juga berevolusi untuk menebak apa yang dipikirkan (dan karenanya, dirasakan) oleh orang lain.
Kemampuan ini sangat penting karena kita spesies berkelompok, dan memahami pikiran subjek lain sangat menguntungkan untuk posisikan diri.
In short : peka.
Kemampuan ini sangat penting karena kita spesies berkelompok, dan memahami pikiran subjek lain sangat menguntungkan untuk posisikan diri.
In short : peka.
Tendensi berpikir kausalitas + membaca pikiran lain ini, sadar atau tidak, kita ekstrapolasi untuk memaknai apapun.
Bumi kita buat anthropomorphic sebagai “Mother Earth”, asumsikan punya sifat manusia (menyayangi, sakit, etc), dan punya hubungan kausal spesial dengan kita.
Bumi kita buat anthropomorphic sebagai “Mother Earth”, asumsikan punya sifat manusia (menyayangi, sakit, etc), dan punya hubungan kausal spesial dengan kita.
Dalam budaya tertentu, Mother Earth ini bisa baik atau marah. Kalau marah, misalnya, harus ada tumbal persembahan.
Bumi, bongkahan batu angkasa, kita asumsikan punya tendensi “baik” dan “marah” ke kita, tanpa sadar, karena kita anggap eksistensi kita sangat penting.
Bumi, bongkahan batu angkasa, kita asumsikan punya tendensi “baik” dan “marah” ke kita, tanpa sadar, karena kita anggap eksistensi kita sangat penting.
Dengan demikian, mudah untuk mengasumsikan bahwa makhluk hidup lain memang “ada” untuk kita eksploitasi.
Dalam persepsi ini, Bumi terasa bertanggung jawab / berniat / berbelas kasih untuk sedemikian rupa memelihara eksistensi dan membuat kita hidup nyaman.
Dalam persepsi ini, Bumi terasa bertanggung jawab / berniat / berbelas kasih untuk sedemikian rupa memelihara eksistensi dan membuat kita hidup nyaman.
Coba kita balik kacamatanya.
Bumi terasa demikian karena memang HANYA pada batasan kondisi inilah leluhur kita bisa selamat dan hidup.
Bukan Bumi punya belas kasih sementara Mars tidak, tapi kita secara natural hanya bisa survive di Bumi sementara Mars tidak.
Bumi terasa demikian karena memang HANYA pada batasan kondisi inilah leluhur kita bisa selamat dan hidup.
Bukan Bumi punya belas kasih sementara Mars tidak, tapi kita secara natural hanya bisa survive di Bumi sementara Mars tidak.
Perspektif menjadi pusat semesta ini bisa muncul mulai dari hal yang sepele sampai yang masif konsekuensinya.
Mulai dari remaja main tiktok yang merasa dia “deserve” menjadi pusat perhatian, sampai perasaan ras & budaya kita “superior” dari yang lain.
Kita luar biasa narsis.
Mulai dari remaja main tiktok yang merasa dia “deserve” menjadi pusat perhatian, sampai perasaan ras & budaya kita “superior” dari yang lain.
Kita luar biasa narsis.
Dalam Theoritical Physics & Cosmology, konsep seperti ini dibahas cukup serius.
Istilahnya “Anthropic Principle”.
Jangan-jangan, Nature Law yang kita pahami ini hanya “bubble condition” dimana kita (life) mungkin untuk eksis, bukan gambaran utuh semesta?
https://abs.twimg.com/emoji/v2/... draggable="false" alt="🤔" title="Denkendes Gesicht" aria-label="Emoji: Denkendes Gesicht">
Istilahnya “Anthropic Principle”.
Jangan-jangan, Nature Law yang kita pahami ini hanya “bubble condition” dimana kita (life) mungkin untuk eksis, bukan gambaran utuh semesta?
Perspektif mana yang sebenarnya tepat :
Hukum alam terbentuk sedemikian rupa untuk memungkinkan kehidupan (dan kita) eksis;
atau
Hukum alam terlihat demikian karena kita hanya bisa hidup (dan berpikir seperti ini) di semesta yang memungkinkan kehidupan (dan kita) eksis?
Hukum alam terbentuk sedemikian rupa untuk memungkinkan kehidupan (dan kita) eksis;
atau
Hukum alam terlihat demikian karena kita hanya bisa hidup (dan berpikir seperti ini) di semesta yang memungkinkan kehidupan (dan kita) eksis?
Sebenarnya ini mirip dengan:
Bumi terbentuk sedemikian rupa untuk memungkinkan kehidupan (dan kita) eksis;
atau
Bumi terlihat demikian karena kita hanya bisa hidup (dan berpikir seperti ini) di Planet yang memungkinkan kehidupan (dan kita) eksis?
Bumi terbentuk sedemikian rupa untuk memungkinkan kehidupan (dan kita) eksis;
atau
Bumi terlihat demikian karena kita hanya bisa hidup (dan berpikir seperti ini) di Planet yang memungkinkan kehidupan (dan kita) eksis?
Sebelum Copernicus, Bumi terasa spesial karena kita anggap Bumi pusat semesta dan belum tau eksistensi Planet lain (kita tahu ada Merkurius sampai Saturnus, tapi sebagai “benda langit”, bukan Planet yang kita pahami sekarang).
Sekarang kita tahu ada banyak Planet lain.
Sekarang kita tahu ada banyak Planet lain.
Keberadaan Planet lain sudah terbukti secara empiris (kita bahkan sekarang punya robot di Mars).
Masalah di Anthropic Principle lebih kompleks : kalau benar ternyata kita hanya hidup di “bubble universe” yang mungkinkan kita hidup, kita harus buktikan ada “universe” lain.
Masalah di Anthropic Principle lebih kompleks : kalau benar ternyata kita hanya hidup di “bubble universe” yang mungkinkan kita hidup, kita harus buktikan ada “universe” lain.
Dan “universe” lain ini bisa jadi infinity, dan punya Natural Law yang berbeda seperti yang kita kenal (bahkan Multiverse dengan semua possible Natural Law?).
Sampai sekarang, keberadaan Multiverse ini unfalsifiable. Belum ada (kalau bukan tak ada) cara empiris untuk mengujinya.
Sampai sekarang, keberadaan Multiverse ini unfalsifiable. Belum ada (kalau bukan tak ada) cara empiris untuk mengujinya.
Wait, semakin absurd. Memang kita bisa bayangkan “universe lain dengan hukum alam yang lain”, terlepas dari terbukti ada atau tidak?
Secara teoritikal dan matematis (bukan empiris), tentu bisa.
Misalnya, semesta kita stabil karena Four Fundamental Forces.
Secara teoritikal dan matematis (bukan empiris), tentu bisa.
Misalnya, semesta kita stabil karena Four Fundamental Forces.
Kita bisa prediksi apa yang akan terjadi tanpa salah satunya.
Tanpa :
1. Strong Nuclear Force -> inti atom tak bisa terbentuk, tak ada atom, tak ada kita
2. Weak Nuclear Force -> bintang tak bisa bersinar, matahari tak bersinar, tak ada kita
Tanpa :
1. Strong Nuclear Force -> inti atom tak bisa terbentuk, tak ada atom, tak ada kita
2. Weak Nuclear Force -> bintang tak bisa bersinar, matahari tak bersinar, tak ada kita
3. Electromagnetic -> elektron tak bisa terikat oleh nukleus, tak ada atom, tak ada kita
4. Gravity -> segalanya akan tercerai berai sebagai elementary particle, bintang dan planet, tak ada kita
Untuk membuat anda eksis, semesta harus punya hukum sedemikian rupa seperti ini.
4. Gravity -> segalanya akan tercerai berai sebagai elementary particle, bintang dan planet, tak ada kita
Untuk membuat anda eksis, semesta harus punya hukum sedemikian rupa seperti ini.
Kembali ke analogi Planet, sejauh yang kita ketahui, kehidupan (termasuk kita) di Bumi bisa eksis dengan probabilitas yang sangat kecil, namun terkompensasi dengan jumlah Planet yang sangat banyak pada semesta yang luas.
Kita ini sebenarnya lebih ke beruntung daripada spesial.
Kita ini sebenarnya lebih ke beruntung daripada spesial.
“.. the (anthropic) principle refers to how our own knowledge of our existence imposes rules that select, out of all the possible environment, only those environments with the characteristics that allow life."
The universe and earth may not be “prepared” for us, but only in a universe and an earth like this that we “can live”, and therefore, observe.