Once we& #39;ve matured, our perspective of love will be different. Thread curhat dan self-discovery

Aku ini, kalau udah jatuh cinta, bisa jatuh sedalam-dalamnya. Sudah pantas kalau dicap & #39;bucin& #39; level dewa.
Bucin sampai pada tahap abusive, ngerusak diri aku sendiri.
Semisal aku naksir sama si A, lalu seiring waktu aku tahu kalau dia udah punya pacar. Sudah tahu gak ada harapan, tapi aku masih bertahan. Mungkin ini terdengar sepele buat sebagian orang, but I was ready to risk it all just for them.

Aku selalu sakit tiap kali lihat si A sama-
pacarnya. Ini berefek sampai nafsu makanku gak ada, aku menangis hampir setiap hari, everything aches so bad even tho there& #39;s no visible injury, aku sering teriak kalau di kamar sendirian, dan bahkan nge-lash out kemarahanku ke orang yang gaktahu apa-apa.
When I said & #39;no one hurt me,& #39; I really meant it.
It& #39;s me. I hurt myself.

Kalau dilihat dari background keluargaku, mungkin ini karena dari kecil aku gak dapat atensi dari orangtuaku. So I was desperate. Aku bersedia ngorbanin segalanya buat orang lain yang aku cintai
(Mungkin ini terdengar gak rasional dan bodoh, tapi kalian perlu ada di posisi yang sama supaya bisa ngomong kayak gini).
Aku mencari cinta di luar rumah, jauh dari keluarga.

Selama 21 tahun hidup, aku jatuh cinta pun bisa dihitung jari. 3x. Kalau crush dan flirt sana-sini sih banyak, cuma kalau yang beneran jatuh cinta, aku hanya 3x.

Yang terakhir kemarin, saat aku masuk kuliah 3 tahun lalu.
I was still the same, the old me. Tapi aku udah mulai bisa mengontrol diri, meskipun masih bucin kalau udah jatuh cinta. Sebut saja dia B.

Aku berusaha selalu ada buat dia, peduli sama dia dalam setiap kesempatan. Hal kecil seperti, beli snack, nyiapin minuman setiap kali-
kita belajar bareng kelompok, etc. Kadang kalau bukan aku, maka dia yang beli makanan buat temen². B selalu nganter kalau pulang malam, kita sering berbagi cerita personal juga.

Aku dan B sebenarnya mirip. Dari situ juga kita berdua sebenarnya sama² tahu kalau kita saling suka
Tapi kita sama² di posisi yang & #39;gakmau menjalin hubungan& #39;

Karena aku kuliah untuk mengejar mimpi dan orangtuaku, bukan kejar jodoh. Dia pun sama, kuliah untuk ibunya (karena ibunya single parent dan dia anak tunggal).

Setiap kali ngobrol sama aku, dia selalu ngomong soal ibunya
Succumbing to our desire for each other would only make our separation (in the future) hurt more, and we both knew it.

Jadi kita memutuskan untuk jadi temen aja. It& #39;s not the end. We could see each other whenever we wished. Our priorities were making our dreams reality,
but we could always talk to each other later any time.

Kalau emang kita berdua ditakdirkan satu sama lain, kita berdua gak akan ke mana-mana.
Jatuh cinta gak harus saling memiliki. Gak harus butuh title ataupun gak harus berakhir bahagia juga

That& #39;s the end of my thread.
Thank you for coming to my TED talk https://abs.twimg.com/emoji/v2/... draggable="false" alt="🤪" title="Zany face" aria-label="Emoji: Zany face">
You can follow @qlotresna.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: