Selamat malam Indonesia Raya.
Sesuai janji kmrn, saya akan teruskan kisah asmara @fullmoonfolks dan @elwa, episode lamaran.
Warning: Yang sekiranya kurang kuat mental mending gak usah ikut baca.
Selamat menikmati.

Tarik Sisssssss.
Semongko! 😊
Stlh 'perbincangan berat' semalam dg Bhaga & Ibunya, siang itu saya msh gelisah. Saya memikirkan kalimat2 apa yg akan saya sampaikan ortunya Lika. Ingat, We have nothing to offer.
Saya nyapu halaman, nyabutin rumput, nyuci mobil, dll., sambil nginget2 dosa saya di masa lampau.
Saya menyibukkan diri sampai sore sampai isteri saya mengingatkan sdh saatnya siap2 pergi menemui orang tua pujaan hati Bhaga yg katanya 'harus ia nikahi' itu
'Yah, ayo siap2. Kita jangan sampai telat. Gak enak'.
Bhaga juga trus muncul ke teras rumah stlh dipanggil ibunya.
'Kak, ayo siap2 ke rumah Lika. Kamu pake celana panjang ya trus pakai baju hem. Jangan kaosan. Lebih bagus pake batik lengan panjang', kata isteri saya.
'Aku gak punya batik Bun', jawab Bhaga.
'Pake punya ayah. Banyak itu. Pilih aja'.
'Ya Bun', jawab Bhaga sambil balik masuk rmh.
'Kaaak!' Panggil isteri saya.
Bhaga keluar lagi.
'Apa Bun?'
'Mandi keramas ya. Yang bersih yang wangi!'
'Ya Bun', jawab Bhaga kembali masuk ke rumah.

Tumben. Dlm hati saya. Biasanya kalo disuruh mandi mbuletnya ngelebihin anggota DPR.
Bbrp saat kmdn kita semua sdh siap capcus ke rumah Lika. Saya, Bhaga dan ibunya.
Ke3 adiknya Bhaga gak kita ajak. Pertama krn mmg kurang urgensinya. Kedua spy jika saja 'ada apa2' nanti mrk gak trauma. Mrk msh remaja semua.
Bhaga pakai celana panjang dan baju batik. Wangi juga.
Di mobil, saya yg nyetir. Bhaga duduk di depan, ibunya di belakang, sendiri.
Layout ini saya maksudkan disamping Bhaga sbg penunjuk jalan, juga spy saya bisa ngobrol dengan dia sepanjang jalan'.
Maklum saja, saya sendiri juga nervous banget. Sy blm punya pengalaman soal begini.
Mobil perlahan bergerak diiringi lambaian adik2nya Bhaga.
'Doain Kak Bhaga yaa...', seru ibunya.
'Oh iya, ini rumahnya di daerah mana Kak?', tanya saya.
'Kemang pah. Arah Kemang aja dulu. Nanti aku kasih tahu kiri kanannya'
Jawaban Bhaga itu terus terang bikin saya makin nervous.
Gimana gak nambah nervous, coba.
Saya punya sebuah misi yang gak main2 untuk dilaksanakan: Bhaga anak Kalimalang sebelah BKT mau melamar Lika anak Kemang!

Dlm hati saya berdoa, moga aja yg namanya Lika ini ngomongnya gak pake wicis wicis gitu. Pasti mati kutu saya!
Sepanjang jalan relatif kita bertiga tak ada yg bersuara.
Mungkin masing2 bergelut dg pikirannya, hingga ketika sdh dekat ke tujuan saya memecah kesunyian, 'Nak, jadi nanti skenarionya begini. Ayah hanya akan kasih proloog aja. Pengantar. Setelah itu kamu sendiri yg hrs bicara'
'Lho, kok aku sih pah?, protes Bhaga.
'Lha iyalah. Yang mau nikah itu aku apa kamu?'.
'Ya aku sih', jawabnya lirih.
'Lha iya. Itu kesempatan kamu untuk menunjukkan ke orang tua Lika, who really you are. Lelaki macam apa kamu itu. Memang pantas jadi suami Lika apa tidak'.
'Pokoknya nanti just do whatever I say', tegas saya.
'Contohnya?'
'Ya gak tahu naaak! Mana papah tahu? Tergantung situasinya seperti apa nanti. Just do it. Trust me.'
'OK pah', jawabnya ragu.
Sementara ibu Bhaga tetap diam saja di jok belakang mobil.
Ketika sampai depan rumah Lika, jantung saya lebih cepat berdegub. Sy coba mencari knp saya begitu 'takut'. Padahal sy tidak pernah ragu dlm hidup saya ketika harus menghadapi orang, seorang Presiden sekalipun. Mungkin saya sangat khawatir anak saya bisa saja kecewa dan patah.
Di dalam rumah kami bertiga diterima tuan rumah dg baik meski gak bisa dipungkiri sangat terasa situasi yg 'akward'. Maksudnya situasi dimana tiap orang merasakan 'ketegangan' yg gak bisa diucapkan. Kita hanya bisa merasakan vibe itu melalui radar nurani kita masing2.
Awalnya di ruang tamu itu hanya ada kami berlima. Saya, isteri saya, Bhaga, ayah dan ibu Lika.
Seperti pada umumnya sebuah silaturahim, diawali dg basa basi. Saat itu soal jalanan Jakarta yg macet.

Ada 1 hal yg di luar 'perkiraan' sy shg membuat sy agak 'panik'. Plan B!
Kondisi yg di luar ekspektasi saya adalah ternyata yang terkesan 'keras dan tegas' adalah ibunya Lika. Sedang bapaknya yg katanya berasal dr Manado itu cenderung kalem.

Ini kan bikin strategi saya semula berantakan semua.
Aduuuuh, info intel gak komprehensif ya gini ini.😭😭
Jadi otak saya kembali blank. Semua rencana strategi yg semula ada di kepala mentah semua. Duh Gusti..

Saat saya bingung itu, ada perempuan muda masuk ruangan menyajikan suguhan.
Itu saat pertama kali saya lihat yg namanya Lika. Zulika Citraning Wulan.
Kesan saya pertama kali melihat Lika itu senyumnya tulus. Disamping tentu memang cantik. Rambut hitamnya terurai terpangkas pendek.

Dalam hati saya, oalaah duh Gusti...., ya pantes aja Bhaga terkewer-kewer setengah mati sampai mau disuruh mandi.
Stlh itu Lika duduk di sebelah ibunya.
'Mari silahkan diminum', kata Bapak Lika.
Kami kompak minum teh yg disuguhkan. Stlh itu hening, canggung.
Tapi saat itu tiba2 saya justru merasa agak tenang dan pasrah.
Pikir saya, ya sudah apapun yg akan terjadi kita harus ikhlas menerima.
Saya pikir, dalam hal pernikahan, sebenarnya adakah yg lebih penting dari cinta dan kesetiaan?
Saya yakin anak saya Bhaga membawa itu semua dalam hatinya. Saya sungguh mengenal anak2 saya semua.

Saatnya 'serangan' dimulai.
Bismillah..
Saya mulai membuka percakapan ttg maksud kedatangan kami malam itu. Kurang lebih begini:
'Pertama kami berterima kasih dan merasa sangat terhormat sdh bisa diterima keluarga Nak Lika. Untuk lebih jelasnya maksud kami ini akan disampaikan langsung oleh Bhaga'.

Kapokmu kapan le!
Bbrp saat stlh bisa menguasai diri Bhaga mulai bicara ttg maksudnya untuk mempersunting Lika.
Saya gak ingat persis kalimat2nya tapi yg saya ingat susunan kalimatnya kacau balau gak jelas. Pokoknya blas gak meyakinkan. 😭😭

Saat itu sy melihat gambaran kegagalan di pelupuk mata
Benar saja dugaan saya. Ibunya Lika langsung bicara panjang. Berbagai argumentasi dan situasi terkini beliau utarakan. Jujur aja, intinya itu 'TIDAK'.

Ayah Lika meski tidak bersuara tapi jelas beliau tidak protes dg pendapat isteri tercintanya.

Aduh, repot ini. Gumam saya.
Saya lirik ibunya Bhaga, dia diam saja menunduk. Tapi saya tahu pasti dia sedang sedih.
Mungkin ibunya Bhaga sedih membayangkan hati anak lanang yang dulu dikandungnya akan pecah terurai di sepanjang tapak hidupnya.

Saya sendiri terus terang gak faham apa yg saya rasakan saat itu. Yp pasti rasa di dada saat itu belum pernah saya rasakan sebelumnya. Rasa yg asing.
Ya sdh kalo mmg harus begini jalannya kita harus ikhlas. Hidup itu mmg kadang terjal.
Tp kmd ktk saya lirik Lika, ia sdg coba menyembunyikan tangisnya tapi tak berhasil.
Saat itu saya jadi haqul yakin kalo mrk berdua mmg saling mencintai. Apa alasannya, buat saya tidak penting.
Di lain pihak saya juga yakin bahwa alasan 'penolakan' ini tidak lain hanyalah disebabkan karena kasih sayang orang tua thd anak yg amat sangat dicintainya. Mereka harus yakin bahwa anak wedoknya ada di tangan laki2 yg tepat.
Saat itu saya jadi ingat anak wedok saya juga.
Sekarang masalahnya bagaimana Bhaga bisa meyakinkan orang tua Lika bahwa dia memang lelaki yg tepat buat Lika. Lelaki yg akan melindungi dan membahagiakan Lika selamanya.
Kalo itu bisa dia lakukan pasti keputisan bisa berubah.
Masalahnya, gimana caranya?
Di situasi haru biru itu, sy memberanikan diri lancang.
'Bhaga, kamu beneran sayang Lika?
'Iya. Sayang banget' jawabnya lirih.
'Kalau diijinkan, kamu sanggup menyayangi dan melindungi Lika seumur hidupmu? Seumur hidup!'
'Insya Allah sanggup. Sanggup pah'
Dua kali dia jawab.
'Nak Lika nak, Om boleh nanya ya. Apa Lika sayang juga sama Bhaga?'
Lika menggangguk. Masih sambil terisak.
'Lika mau jadi isterinya Bhaga?'
'Mau..', jawabnya serak.

Ibunya Bhaga mulai mengusap matanya yg semakin basah.
Ayah Lika tetap diam. Tapi kali ini beliau menunduk.
Ya sudah kalau begitu, coba kalian berdua minta dg sungguh2 ijin dan restu dari orang tua.
Kalian berdua sungkem.
Beberapa saat Bhaga masih diem aja. Malah celingukan bingung mau apa.
'Ayo..., ajak Lika sungkem bapak ibunya', sergah saya gemes.

Lalu Bhaga dan Lika ndeprok sungkem ibu Lika.
Mereka berdua menangis sambil mohon direstui untuk menikah.
Saat itu saya tak kuasa lagi menyaksikan.
Untuk beberapa saat Ibu Lika masih tak bereaksi. Saat itu bagi saya terasa lamaaaa sekali.
Tapi kmd raut wajahnya perlahan melunak dan lalu beliau memeluk anak wedok tersayangnya yg pasrah memeluk lututnya. Pecah tangis.
Diciuminya berkali2 kepala anak wedoknya sambil diusap2 pelan.

Setelah bbrp lama, dg berlinang air mata, Ibu Lika bertanya kpd suaminya.
'Gimana pa?'.
'Ya sudah, papa sih ikut aja apa mau mereka', jawabnya pelan sambil mengusap air mata yg akhirnya tertumpah juga.
Dengar itu Lika langsung menghambur ke kaki ayahnya.
'Makasih papa...'
Ayah Lika gak jawab apa2. Ia hanya mencium kepala anak wedok satu2nya itu lalu mengelus2 rambutnya penuh kasih sayang.
Bhaga ngapain?
Liat Lika gitu dia nyusul sungkem ayah Lika. Tapi ya gitu, kurang gercep.
Isteri saya yg dr tadi sesenggukan sendirian, buru2 saya peluk. Saya khawatir dia pingsan.
Coz I know that she is so happy now.
Tapi tiba2 ibu Lika bilang, 'Eh tapi ada satu syarat ya'.
Semua langsung menoleh tegang.
'Krn kel besar kita harus tahu semua, sy mohon ada acara lamaran resmi yg mengundang semua'.
Bbrp hari kmd acara lamaran resmi digelar di resto milik Lika. Semua hadir termasuk eyangnya Bhaga
Jadi begitu ceritanya saudara2.
Soal acara berikutnya, akad nikah dan resepsi tanya sendiri sama yg nikah.

Cuma asal tahu aja waktu akad nikah Bhaga datangnya telat. Bangeten tenan. 😭😭

Hikmah: Bagi cowo yg modalnya cuma sungkem, jangan kecil hati!

Sekian, Bless you all..
You can follow @PSambadha.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: