Ngeliat orang ribut-ribut soal pembakaran halte busway HI bikin gue inget, waktu kuliah Kriminologi dulu pernah belajar ttg Restorative Justice.

Ada salah satu omongan ahli terkait Restorative Justice itu yang gue inget sampai sekarang.
Beliau bilang gini:

"Much deviance is expressive, a clumsy attempt to say something. Let the crime then become a starting point for a real dialogue, and not for an equally clumsy answer in the form of a spoonful pain."
(Christie, 1981)
Kalau merujuk kata-kata Christie (1981) itu, aksi vandalisme thd halte busway itu adalah upaya yg clumsy utk mengkomunikasikan sesuatu atau menyampaikan aspirasi mereka.

Jangan sampai kita balas clumsy attempt tsb dg respons yg clumsy juga, dg prejudice dan judgment thd mereka.
Justru, kita mesti refleksi dan menjadikan aksi vandalisme tsb utk membuka dialog. Apa yg sebenarnya terjadi sama mereka, kenapa mereka sampai semarah itu.

Pahami konteksnya, lalu berempati. Kejahatan dan penyimpangan itu tidak terjadi di ruang hampa, teman-teman. Punya konteks.
Kejahatan dan penyimpangan tidak hitam putih. Jangan sampai kritik kita thd aksi vandalisme justru menarik kita keluar dari substansi yang mereka perjuangkan sesungguhnya.

Aku gak akan lelah untuk selalu bilang:
Sensitive pada konteks, lalu berempati.
Aku sempat sharing soal ini versi lebih lengkap di instastory. Screenshot-nya aku lampirkan:
Lanjutannya:
Kata-kata Christie (1981) tadi itu aku kutip dari artikel jurnal:

Albert W. Dzur, Restorative Justice and Civic Accountability for Punishment. Th 2003
(Lupa nama jurnalnya apa)

Dzur (2003) mengutip dari ini:

Nils Christie, Limits to Pain (Oslo: Universitetsforlaget, 1981)
You can follow @alilias.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: