Beberapa kawan percaya sekali dengan free market. Yakin government gk perlu ikut campur. Upah dan hak pekerja gk perlu diatur2. Serahkan ke pasar.

Ini wishful thinking. Ideology, bukan reality. Saya share pengalaman dari akademia & dari perspektif political psychology.

THREAD.
Ilusi pertama free-marketers: Selama kerjanya bagus, permanent jobs terbuka luas.

Mungkin. Tp lebih ke nggak. Employers akan selalu mau cost rendah. Wajar. Salah satu caranya? Tekan upah & andalkan kerja kontrak/outsource.

Tren di dunia akademik di AS menunjukkan ini.
2/n
Permanent positions di akademia berkurang sekali. Kampus lebih milih hire temporary faculty, postdoc, atau minta PhD students ngajar ( https://www.aaup.org/sites/default/files/Academic_Labor_Force_Trends_1975-2015.pdf).

Why? Simple. Karena murah. Iya, high turnover, tapi marginal benefitsnya lebih gede buat employers (kampus).

3/n
Pekerja mau jungkir balik pun, kalau employers gk dipaksa mengapresiasi kerja itu dengan permanent position, ya gk ngefek.

Mirip dengan Omnibus Law yang relaxed soal kontrak. Kenapa kita harus percaya pengusaha akan menawarkan kerja permanen kalau kerja kontrak lebih murah?
4/n
Buruh / karyawan / siapapun yg bukan pemilik modal mungkin ngrasa kalau mereka kerja keras, mereka akan bisa naik kelas.

Tapi problemnya, orang cenderung overestimate social mobility (yakin bakal naik kelas) dan underestimate kesenjangan ekonomi.

6/n
( https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0022103115000062)
Konsekuensinya adalah, mereka yg lebih powerless (PhD students, postdocs, adjuncts, pekerja) bisa jungkir balik kerja tapi tetap dapat sedikit.

Yang untung ya employers-nya. Dapat kerja berkualitas tanpa harus memberikan permanent employment or benefits.

7/n
Ilusi ketiga free-marketers ini adalah ilusi kerja keras = sukses.

Mereka yg relatif sukses berpikir kalau sukses mereka adl karena kerja keras. Mereka lupa soal random luck. Menganggap kalau mereka bisa, ya semua pasti bisa. That's nonsense.

8/n

https://www.journals.uchicago.edu/doi/10.1086/709672
Selective social circle memperparah ilusi ini. Orang berada berteman dgn orang berada. Mendengar cerita2 heroik ttg kerja keras.

Kalau gk kritis, kita bisa terjebak anggap social circle kita sbg representasi masyarakat & mengidentikkan miskin=malas.

9/n https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0956797615586560
Ilusi keempat adalah free-marketers abai bahwa structural inequality means the market can never be fully free. Level mainnya udah beda antara yang punya dan gak punya.

Tugas pemerintah adalah menyeimbangkan level main itu dengan regulasi. Gak bisa & gak boleh lepas tangan.

10/n
Free market's great. Tapi gov juga mesti lindungi yang vulnerable.

Masalah dgn Omnibus Law adalah, di tengah budaya korupsi, institutional failures, & weak social safety, kok ngrasa siap pangkas hak pekerja? They barely had protection before. What're they gonna have now?

#end
You can follow @nathanaeldotid.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: