RUU Cipta Kerja dan Segala Permasalahannya

(Sebuah Utas)

RUU Cipta Kerja bermasalah baik secara proses, metode pembentukan, dan substansinya
1. Secara proses RUU Cipta Kerja dirumuskan secara tidak transparan dan minim partisipasi publik.

Sejak awal penyusunannya, RUU Cipta kerja dikritisi karena minimnya keterbukaan dan partisipasi publik.
Dlm penyusunan RUU Cipta Kerja, publik kesulitan memberi masukan karena tertutupnya akses terhadap draft RUU Cipta. Akses publik terhadap dokumen RUU Cipta Kerja baru tersedia pasca RUU tersebut selesai dirancang oleh Pemerintah dan kemudian diserahkan kepada DPR
RUU Cipta Kerja tetap dibahas selama pandemi ini. Pembahasan berlangsung dlm rapat-rapat yg diselenggarakan secara tertutup dan perkembangan draft pembahasan tdk didistribusikan kepada publik.
Minimnya keterbukaan dan partisipasi publik membuat draft RUU Cipta Kerja rawan disusupi oleh kepentingan tertentu yg hanya menguntungkan segelintir pihak saja.

Lebih lanjut dalam DIKSI 6: "State Capture dan Sentralisasi Kekuasaan.
Rilis Diksi 6: "State Capture dan Sentralisasi Kekuasaan dapat diakses melalui laman kami https://pukatkorupsi.ugm.ac.id/?p=4605 
2. Teknik Omnibus Law tidak dikenal dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan apakah RUU Cipta Kerja merupakan penyusunan UU Baru, UU Perubahan, ataupun UU Pencabutan. (Bayu Dwi A, 2020)
Selain itu, RUU Cipta Kerja bukan solusi atas problem regulasi yang ada di Indonesia. Banyaknya pendelegasian wewenang yang terdapat dalam RUU Cipta Kerja tidak mencerminkan simplifikasi dan harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan.
Selengkapnya terdapat dalam Diksi 7
"RUU CIPTA KERJA: Problem Legislasi dan Ancaman Korupsi Kebijakan"
3. Secara substansi RUU Cipta Kerja mengarah pada sentralisasi kekuasaan yang rentan terhadap potensi korupsi

“Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”- Lord Acton
RUU Cipta Kerja memberikan kewenangan yang besar kepada Pemerintah Pusat yang dapat mengurangi dinamika desentralisasi di Indonesia. Sentralisasi yang berlebih rentan terhadap potensi korupsi salah satunya dikarenakan akan semakin minimnya pengawasan.
Pemusatan kewenangan pada presiden (president heavy) dapat menimbulkan persoalan tentang cara memastikan kontrol presiden atas kewenangan tersebut (Oce Madril, 2020).
You can follow @PUKAT_UGM.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: