Siapa yang tidak kenal dengan Bangtan Boys (BTS)? Boyband dari Korea Selatan ini memiliki banyak sekali penggemar dari berbagai belahan di dunia. Sepak terjangnya di menjadi sensasi global. Namun, di balik itu, mereka juga mendapat diskriminasi.

✨Sebuah utas ✨
Dua pekan lalu, single terbaru BTS, #Dynamite, dirilis dan langsung menduduki posisi puncak di tangga lagu Billboard 100. Mereka merajai puncak tangga lagu standar Amerika Serikat tersebut selama dua pekan berturut-turut.
Prestasi ini menjadikan BTS grup K-Pop pertama yang berhasil duduk di puncak tangga lagu tersebut. Tak dapat dipungkiri, kesuksesan BTS dalam menembus pasar Amerika Serikat dan dunia menjadi sejarah baru bagi musisi Asia.
Sebagai grup yang bukan berasal dari perusahaan “big three” K-pop (SM, YG, JYP), BTS seringkali tidak dianggap dalam industri musik Korea Selatan. Bisa dibilang, prestasi yang mereka raih adalah buah kegigihan mereka dan para ARMY yang selalu mendukung mereka.
Sejak meraih kemenangan pertama mereka sebagai Top Social Artist dalam ajang Billboard Music Award pada 2017, kepopuleran BTS di Amerika Serikat meningkat pesat. Kini, sudah tiga tahun lamanya BTS memegang gelar yang sebelumnya selalu dipegang oleh Justin Bieber tersebut.
Single terbaru mereka, #Dynamite, menjadi penanda kembalinya BTS ke industri musik setelah merilis album Map of The Soul: 7 pada awal tahun ini. Berbeda dari biasanya, dalam Dynamite, BTS bernyanyi secara penuh dalam bahasa Inggris.
Banyak tanggapan yang muncul atas keputusan ini. Ada yang menilai BTS perlahan melepaskan identitas K-Pop mereka, ada juga yang merasa keputusan BTS merilis lagu berbahasa Inggris adalah strategi yang harus mereka tempuh agar bisa bertahan di pasar Barat yang dikenal xenofobik.
Masuknya BTS ke pasar Barat, telah menjadikan mereka sasaran empuk kultur rasisme yang mengakar. Berbagai stereotip dan candaan rasis beberapa kali dilontarkan tokoh media Barat kepada mereka.
Misalnya, candaan Jimmy Carr di kanal berita Australia Channel 9: “Pertama kali aku mendengar sesuatu dari Korea meledak di Amerika, aku khawatir, jadi aku kira itu bisa menjadi lebih buruk. Namun, tidak lebih buruk."
Pada Februari 2020, Sal Governale, penulis untuk acara “The Howard Stern Show” di radio SiriusXM melontarkan kalimat bernada rasis ketika membicarakan BTS, yaitu “Tidak mungkin mereka tidak terjangkit virus corona".
Pada 2019, single BTS, “Boy With Luv”, mendapat nominasi dalam ajang MTV Video Music Awards (VMA). Namun, mereka tidak dinominasikan dalam kategori utama seperti Video of the Year atau Artist of the Year, melainkan ke dalam kategori baru yaitu Best K-Pop.
Kategori Best K-Pop mengelompokan musisi berdasarkan kebangsaan mereka. Padahal BTS mampu bersaing dengan nominasi-nominasi lainnya yang berasal dari luar Korea Selatan (AS, Kanada, dan Australia). Kategori ini membatasi ruang gerak nominasi yang berasal dari Korea Selatan.
Akibatnya, ARMY memprotes VMA di Twitter dengan hashtag #VMAsRacist dan #VMAsAreOverParty. ARMY juga memboikot VMA dengan tidak menonton siarannya.
Penampilan BTS di acara tersebut hanya dianggap sebagai pelengkap saja, atau atribut “representasi” Asia. Bagaikan benda yang “unik”, mereka dipertontonkan ke depan publik sebagai pemanis.
BTS yang selama ini kita pikir sebagai representasi Asia, ternyata hanyalah sebuah token semata saja di mata industri hiburan di negara-negara Barat.
Ramainya pembicaraan mengenai kemajemukan di Amerika Serikat akhir-akhir ini memunculkan kesadaran warga AS untuk menuntut lebih banyak ruang representasi bagi kelompok minoritas di panggung hiburan. BTS akhirnya menjadi pilihan yang tepat untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Mereka diundang ke acara-acara penghargaan seperti VMA, BBMA, dan Grammy tanpa diberikan penghargaan yang seharusnya bisa didapatkan oleh musisi dengan pencapaian seperti mereka.
Sebagai grup dengan panggung global, BTS selalu mendapat kritik, baik tentang lagu, penampilan, atau etnisitas mereka. Pada 2017, setelah memenangkan penghargaan Billboard, banyak warganet yang mengatakan bahwa mereka tidak layak berpartisipasi dalam ajang tersebut.
Lantas layak dipertanyakan, apakah mereka membenci karena BTS sebagai musisi yang berprestasi atau karena mereka berasal dari Asia?
Selama beberapa tahun terakhir, banyak pihak menolak untuk mengakui kesuksesan BTS dengan alasan tidak memahami daya tarik mereka dan malah mengecam mereka dan penggemarnya. Namun, seringkali perilaku itu berakar dari sifat rasis dan abai.
Hanya karena beberapa pihak tidak dapat memahami budaya yang dibawa oleh BTS, bukan berarti mereka berhak untuk tidak menganggap bakat dan kesuksesan karir BTS.
Institusi penghargaan barat seperti Grammy, Oscars, Emmy, VMA, dan Billboard dibangun di fondasi yang berakar pada rasisme, xenophobia, dan kekerasan.
Salah satu institusi yang pernah mendapat kecaman adalah The Academy/Oscars. Pada tahun 2015, April Reign, seorang aktivis keberagaman asal Amerika Serikat, memulai hashtag #OscarsSoWhite untuk menuntut nominasi hasil karya kelompok minoritas yang lebih beragam.
Empat tahun berselang, Reign kembali menulis bahwa sesungguhnya ada banyak ragam karya yang dapat dipilih, hanya saja, orang yang berhak memilih berasal dari golongan berprivilese—pria kulit putih—yang menolak memahami sudut pandang minoritas dalam melihat sebuah karya.
“Representasi” yang ditampilkan sekadar untuk memenuhi tuntutan publik dan mempertahankan penonton, tanpa benar-benar memahami pentingnya esensi dari representasi keberagaman minoritas.
Maka dari itu, penghargaan-penghargaan yang tidak berhasil BTS dapatkan tidak bisa dijadikan tolok ukur kualitas karya mereka. Rasisme sistemik dan ketakutan warga Amerika terhadap “yang lain” berperan besar dalam menang/tidaknya musisi atau aktor Asia di ajang penghargaan.
Tentu saja, nyanyian dan tarian BTS sangat memukau. Namun, kita perlu menanyakan hal yang lebih mendasar: apakah mereka korban eksploitasi dari sebuah sistem rasis yang hanya menilai seseorang dari latar belakangnya, bukan dari bakatnya?
Referensi:
BTS & Army, We Walk Together - Weverse Magazine
BTS Make History with This VMA Win — But What Does It All Really Mean? - Refinery29
BTS Wins First VMA in Controversial K-Pop Category - Variety
BTS’s 2020 Grammys Shutout Reveals The Recording Academy’s Cultural Blindspot - Forbes
Criticism of BTS Is Often Just Xenophobia in Disguise - Teen Vogue
BTS’s Achievements And Massive Global Fan Base Speak Much Louder Than Their Racist Critics - Forbes
The ‘separate but equal’ rules of American music awards - The Washington Post
#OscarsSoWhite Creator: With a Mostly White Academy, What Could We Expect? - Variety
BTS Just Released Their First All-English Song 'Dynamite'. Here's Why It's a Big Deal. - Vice
'Dynamite' is BTS's first song entirely in English, but that doesn't mean the group is giving up their K-pop identity - Insider
Billboard Music Awards 2017: Backlash Over BTS Win Proves How Racist People Can Be - huffingtonpost
You can follow @suaraperanakan.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: