Tahun 2025 akhirnya film pendek "Tilik" reboot dengan perspektif feminis.

1) Truknya warna pink
2) Yang nyetir truknya cewek
3) Dian digosipin pesugihan, bukan digosipin jadi simpanan
4) 50% penumpang truk tidak berhijab
5) 3 penumpang truk rambutnya dicat dan tindikan di hidung
6) Bu Tejo tidak dipanggil "Bu Tejo" karena "Tejo" adalah nama suaminya dan meng-identifikasi seorang istri dengan sapaan "Bu <NamaSuami>" adalah kampanye yang tidak sesuai dengan kaidah feminisme.

7) Di detik 8:42, alat kelamin pria tidak dibingkai sebagai sesuatu yang seraaam.
8) 60% dari penumpang wanita ditunjukkan mengambil hape dari kantong celana, bukan dari tas-tangan.

Karena desain baju wanita saat ini—yang kantongnya cuma hiasan doang dan nggak fungsional buat nyimpen barang—adalah manifestasi fetish pria yang ingin melihat lekuk badan wanita.
9) Tiap orang ditampilkan hanya menggunakan satu cincin emas penanda nikah-atau-lajang, bukan sebagai hiasan. Skena perhiasan emas bagi wanita adalah pelanggengan budaya "wanita hanya diukur dari penampilan".

Gelang-gelang emas diganti jadi gelang #BlackLivesMatter serta #MeToo .
10) Di detik 10:57, adegan Bu Tejo mendukung suaminya (Pak Tejo) untuk menjadi Lurah selanjutnya diganti dengan adegan Bu Tejo mencalonkan dirinya sendiri.

Karena adegan "istri yang hanya diberi peran sebagai co-pilot dan bukan pelaku utama" tidak sesuai dengan kaidah feminisme.
11) Adegan detik 14:16 tentang Bu Tejo yang "mau menelepon Pak Tejo buat hubungin temannya yang punya bis" diganti jadi "teman Bu Tejo sendiri yang punya bis".

Kebutuhan "harus menelepon Pak Tejo dulu" menyiratkan bahwa yang berkuasa atas moda-transportasi adalah kaum laki-laki.
12) Naskah detik 15:01 tentang "perempuan yang seharusnya malu karena di umurnya dia belum menikah" diubah teksnya jadi:

"Dian itu lho aneh-aneh aja. Masa cewek seumurannya belum punya gelar S1 dan sukses? Temen-temennya sudah pada lulus dari jurusan Liberal Gender Studies tuh."
13) Adegan menit 16 yang memergoki Dian berjalan dengan Om-Om diganti naskahnya dengan Dian kepergok berciuman dengan wanita bergender non-binary dengan ekspresi masculine.

Gosip berkutat di ranah apakah seksualitas Dian adalah cis-hetero ataukah gender-nonconforming panseksual.
14) Detik 18:09, ketika mesin-truk yang mogok berhasil menyala lagi setelah didorong bersama-sama oleh para penumpang (dengan rambut warna-warni dan tindik di hidung), mereka tidak teriak "Alhamdulillah...".

Mereka teriak, "Yasss Queen! Women support women! Women support truck!"
15) Detik 18:30 setelah beberapa saat tidak ada topik pembicaraan di tengah-tengah panggung-audiovisual berupa bak-truk, Yu Ning tidak memulai percakapan dengan menyoroti keheningan Bu Tejo.

Yu Ning membuka topik dengan gosip "kekerasan-gender dan penindasan-interseksionalisme".
16) Ketika TILIK sudah di-reboot dengan perspektif feminis dalam metode berkarya dan medan produksi kebudayaan, truknya tidak lagi ditilang polisi, melainkan polwan.

Saat melihat isi bak truk, polwannya tidak menilang truk, melainkan berteriak, "Yasss Queen! Ayo kuasai jalanan!"
17) Ibu-ibu penumpang truk tak lagi menunggu supir membukakan pintu, karena "menunggu dibukakan pintu" adalah alegori penindasan dan pengungkungan hak.

Film TILIK yang berideologi-feminisme dan tidak abai relasi-kuasa akan menampilkan ibu-ibu yang membuka sendiri pintu bak truk.
18) Di tengah syuting, rumah produksi yang mengerjakan TILIK didatangi para anggota ormas "Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demonstrasi" (SINDIKAMON) yang meminta sutradara film ini diganti.

Alasannya tentu saja karena sutradaranya adalah seorang pria cis-hetero.
19) Ormas SINDIKAMON membentuk TPF (Tim Pencari Fakta) yang menemukan bahwa penulis-naskah dan sutradara film TILIK adalah pria cis-hetero. Tentu saja tidak sesuai kaidah feminisme.

Pemilihan staf sebagai bagian dari proses kreatif adalah refleksi konteks penciptaan keseluruhan.
20) SINDIKAMON mengkritik moda konsumsi anggaran pembuatan film yang tidak mengandung perwakilan termarjinalkan.

Akhirnya film "TILIK: Perspektif Feminis" yang syutingnya sudah setengah-jalan batal dirilis karena terciptanya benturan dari pihak-pihak internal denominasi feminis.
Post-mortem produksi film, para sineas menjalani hidupnya masing-masing.

Yu Ning yang awalnya hanya disuruh "baca dari internet" oleh Bu Tejo, malah mendapat banyak informasi, kemudian lanjut sekolah di California, lalu mendobrak batas karir dan dominasi pria di industri modern.
You can follow @Okihita.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: