Aku inget bgt dulu pas matkul asesmen proyektif kl ga salah, dipaksa bgt jgn pake secondary source (e.g. (Fira-chan, 1999) instead of (Fira-chan dalam Anissa, 2020)?

You know, I've always questioned why, but now after years, I finally found out why:

https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0306312714535679

🧵
First I'll start by saying that it's a really nice piece of article that doesn't only answer the above question, but gives an insight as to how an 'academic myth' could be propagated by careless academics and how it's probably futile trying to stop it - but +
the article is already very easy to understand by itself so I'll let you guys read it first. I'll just put the answer of the above question here:
Jadi kalau kita nemuin satu bagian dari suatu paper yang pingin kita sitasi, 'kan berarti harus kita parafrase. Nah tapi masalahnya ternyata kalimat itu juga diambil dari paper lain - berarti 'kan yang kita baca itu secondary source ya.
Nah 'kita kan punya beberapa pilihan nih cara sitasinya:

1. Pakai 'dalam' (e.g. Fira-chan dalam Anissa, 2020)

2. Cuma tulis (Anissa, 2020)

3. Tulis (Fira-chan, 1999)
[IMPORTANT NOTE: Ingat kalau setiap info yang udah lewat ke berbagai orang itu inevitably akan berubah bentuknya. Sama kayak kalo kita main bisik-bisikan itu lho - orang dari paling belakang sampai ke paling depain info yang didapat bisa berubah kan?]
Pilihan pertama, pakai 'dalam'. Nah sebenarnya gapapa sih pakai 'dalam', provided source aslinya susah/ga bisa dicari. Tapi sekarang dah ada internet jadi jarang banget ga sih susah nemuin sumber awal?
Jadi, meskipun pilihan (1) memperlihatkan kejujuran, tapi melambangkan academic laziness, atau kemageran (wkwk).

Selain itu, berarti kita juga percaya banget dong sama secondary source itu? Percaya 100% kalau dia udah baca dan interpret primary source-nya +
dengan benar, dan percaya kalau dia punya alasan bagus untuk mempercayai primary source itu.

Dengan nulis 'dalam' ini, memperlihatkan kalau kita belum baca primary sourcenya, jadi info yang kita masukin itu otomatis jadi the least trustworthy of all.
Selanjutnya pilihan (2). Pilihan ini berarti nutup-nutupin fakta kalau kamu dapet infonya dari secondary source. Nanti yang baca bisa atribusikan penemuan itu ke secondary sourcenya, bukan ke primary source. Which is, of course, not good, right?
Plus, kalau misalnya yang baca mau nyari asal kalimat itu, akhirnya mereka bakal nemuin kalau eh, itu ternyata secondary source dan mereka harus search lagi buat cari primary sourcenya (which is annoying, as we all know!)
Nah, buat nutup-nutupin ini bisa ga sih kita pake trik masukin banyak sitasi? Misalnya (Shaf, 2000; Afira, 2002; Anissa, 2020; dll)?

Yaa... memang keliatan lebih kredibel sih, tapi kalau yang baca cari juga langsung ketahuan kan kalau semuanya secondary source, wkwk.
Nah, terus pilihan (3) gimana?

Ok atribusinya ke primary source. Tapi ini 'kan cuma nutup-nutupin kalo kita males (padahal belum baca primary source). Parahnya lagi, sebenarnya kita juga plagiat secondary sourcenya 'kan kalo gini? Tanpa atribusi lagi.
Tentu ini susah banget dibuktikan, apalagi kalo OK, secondary source ini udah secara tepat menginterpretasi primary sourcenya. Ga ada masalah mungkin sama kualitas paper yang kamu buat. Tapi kalo ada? Hmm. Kecil kemungkinan kan dua orang berbeda bikin eror pemahaman yang sama?
Pilihan terbaik pastinya sih, ya cari dan baca lah sumber awalnya - entah itu buku atau paper. Kalau mau parafrase/sitasi, make sure you know what it is you're talking about.
Sampai sini aku mau ngomongin opini, ya guys~!! Dah ga ada hubungannya sama artikel diatas.
Jadi, berhubungan dengan hal ini, aku sendiri sangat berdosa. Jujur, sebelum baca artikel diatas I have NO IDEA kenapa hal-hal yang ditulis di atas itu nggak boleh dilakuin. I mean, apa salahnya pakai 'dalam'? Apa salahnya langsung sitasi primary source? +
Toh, isinya juga bakal sama 'kan, mau aku baca primary source dulu atau enggak.

Sekarang aku jadi mikir, kenapa ya aku bisa mikir gitu? Jawabannya gampang: 1) Karena aku percaya apa aja yang kubaca di jurnal, dan 2) Disuruh-suruh dosen tanpa alasan yang jelas.
Alasan (1) ini, kurasa muncul jadi kurang adanya pemahaman ku sendiri terhadap sains. Terhadap riset. Kukira kalau udah masuk jurnal yaa udah, percaya aja. Toh udah lewat 'peer review'. Baru mulai kesini aku baca2 risors tentang seberapa flawednya peer review +
and I realize that even scientists, researchers make mistakes. They're human and there are institutional powers at work too. Tapi pemahaman ini pun ternyata belum sampai ke akar, karena aku toh baru sadar hari ini kenapa secondary citation itu ga baik, wkwk.
Selanjutnya, (2). Jadi, sejujurnya aku belum pernah dengar alasan kenapa secondary citation itu buruk baik dari kating maupun dosen yang semuanya membeo: "pokoknya jangan".

Dan karena aku tidak bisa memaknai, maka aku malas melakukan (hehe). Terjadilah akhirnya lari ke shortcut:
yaitu sitasi tadi, pilihan (2) atau (3). Jikalau saja aku tau alasan kenapa secondary sources are not good, misal:

"Jangan memasukkan secondary sources kecuali betulan tidak bisa ditemukan primary source-nya. Karena belum tentu secondary source-mu itu dapat di +
pertanggungjawabkan. Bisa jadi mereka luput, salah menginterpretasikan (because it's a paraphrase) - dan kalau kalian membawa interpretasi salah itu ke paper kalian, maka kesalahan itu akan terus berlanjut dan berlanjut sampai ke generasi selanjutnya.
Gunakan source utama, yang sudah kalian baca dengan mata kepala kalian sendiri - yang benar-benar bisa diverifikasi sumbernya dari mana. Hal itu juga akan menjamin kualitas pekerjaan kalian, dan mungkin kalian bisa mendapat lebih banyak ilmu daripada hanya +
membaca dan mengambil hanya satu kalimat saja dari secondary source."

That's what the current me hoped the past me knew, anyways. I hope they teach us this in class, too.
But anyways, now that I know better, I'll stop doing that questionable practice. And in the course of reading this thread, I hope you will join me, too!

✂️
You can follow @pommeyon.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: