Usai membaca tulisannya @itsrevinavt https://geolive.id/sudut-pandang/feminisme-garis-logis/ Sebagai yang tidak pernah self-proclaimed saya feminis garis logis atau garis-garis, saya ingin berkomentar:
1. Bagi saya, ketika orang mengidentifikasi dirinya sebagai feminis, dia sudah paham apa yang diperjuangkan
2. Kaitannya dgn no.1, jangan2 tulisan Mbak Revina yang menyebut 'para feminis media sosial' itu tidak sah, karena, belum tentu mereka yang anda rujuk adalah feminis
3. Erat kaitannya dgn sejarah feminisme itu sendiri, seingat saya tidak ada aliran bernama 'feminis media sosial'
4. Therefore, tudingan2 yg Mbak Revina sasar kpd sekelompok orang yg aktif di media sosial, mungkin tidak perlu disematkan 'feminis'-nya, krn terkesan mensimplifikasi makna feminis dan feminisme itu sendiri
5. Kini, mari mengupas substansi tulisan Mbak Revina. Perlu Mbak Revina ketahui bahwa salah satu prinsip Consent atau Konsensual adalah: Specific. Artinya, ketika orang secara konsensual untuk penetrasi, bukan berarti ia konsensual untuk hal lain di luar penetrasi.
6. Prinsip lain dalam Consent/Konsensual: Reversible. Alias, dapat berubah. Artinya, ketika orang sudah telanjang berdua & bersepakat bercumbu, tp kemudian salah satu pihak berubah pikiran dan tidak melanjutkan, maka tindakan2 selanjutnya bila dipaksakan akan jd tidak konsensual.
7. Kalimat Mbak Revina "Ketika pemilik vagina sudah mengizinkan sebuah penis masuk ke dalam liangnya, ketika itulah dia sudah mengatakan “iya” pada segala risiko yang ada dan siap dengan segala konsekuensinya." -- adalah sebuah kekeliruan menginterpretasikan Consent/Konsensual.
8. "Risiko/Konsekuensi" yg dibahas di dlm tulisan Mbak Revina adlh hal yg mandatory mensyaratkan Consent/Konsensual. Contoh: saya dan partner saya sepakat untuk berhubungan seks, tapi tidak untuk kena STDs dan tidak sepakat untuk hamil -- maka kami menggunakan alat kontrasepsi).
9. Prinsip Konsensual yg jg luput Mbak Revina sampaikan dlm tulisannya sehingga berakibat kekeliruan besar mengartikan Consent/Konsensual adlh: Informed. Tidak bisa ada Consent/Konsensual yang terjadi ketika subject (keduanya) tidak menguasai informasi/pengetahuan secara setara.
10. Sebenarnya Mbak Revina sudah coba utk menyinggung soal "Ketimpangan", namun sayang ini berbelok menjadi paragraf yg tidak sensitif konteks alias bias. Ketimpangan, baiknya kita bicara soal akar/sejarah mengapa Feminisme lahir in the first place.
11. Ya, Feminisme lahir karena adanya opresi, ketimpangan, ketidaksetaraan. Terhadap (dulu) perempuan, lalu era postmo lebih prefer menyebut gender.
Bicara "Ketimpangan", harusnya Mbak Revina tahu bahwa "Kalkulasi Risiko Pilihan" yg Mbak tulis, pd praktiknya tidak semudah itu.
12. "Membuat Keputusan untuk Tubuh Anda" di tulisan Mbak Revina, tentu merupakan cita2 Feminisme. Namun, in reality, "keputusan" tidak bisa selalu secara setara dibuat oleh Laki-Laki & Perempuan. "Rahimmu, tanggung jawabmu" tidak apple to apple dengan "Penismu, tanggung jawabmu".
13. Tulisan Mbak Revina mengasumsikan bahwa semua perempuan sudah lepas dari budaya patriarki yang mengrangkeng selama ini, bahwa semua perempuan sudah setara dengan laki-laki sehingga bisa dengan mudahnya 'membuat keputusan' -- khususnya bila menyangkut kehamilan, dll.
14. Coba baca lagi kisah-kisah korban, pengalaman-pengalaman perempuan, boro-boro bisa 'membuat keputusan otonom' kalau urusan perkosaan saja yang masih sering dianggap salah adalah baju perempuan, kalau masih banyak anak perempuan yang ditakut2i soal menstruasi, dll.
15. Kepekaan atau sensitivitas terhadap konteks bahwa perempuan masih jadi korban ketimpangan inilah, yang harusnya Mbak Revina bangun di tulisan, alih-alih mengeneralisir "tinggal ambil keputusan aja sih apa susahnya".
Since, Feminisme sangat menitikberatkan kontekstualitas.
16. Feminisme, khususnya postmodern dan postrukturalis, menitikberatkan pengalaman beragam perempuan utk direfleksikan. Jadi, Mbak Revina tak bisa menyamaratakan antara kalau Mbak Revina yg mengalami KTD dgn, let's say perempuan usia 18tahun di sebuah kabupaten pulau Sumatera.
17. Rupanya Mbak Revina juga keliru telak dlm mengartikan "Kesetaraan" dlm tulisannya. Menyetarakan isi penjara? Tbh saya enggak tahu harus berargumen dari mana, krn kalau paham Feminisme dan paham Kesetaraan, analogi macam ini tentu harusnya tidak perlu dipikirkan untuk ditulis.
18. Saya sepakat bahwa "men are trash" atau apa pun yg mengeneralisir gender/identitas seksual tertentu tidak baik. Tapi paragraf berikutnya dari Mbak Revina justru ekstra problematik. Kesetaraan yang diidamkan feminisme atau bahkan di luar feminisme, adalah equality dan equity.
19. Equality yakni (bare minimum standard) equal opportunities, access, dll untuk setiap manusia. Sedangkan Equity yakni yang lebih progresif lagi: adil (need-based approach), kontekstual, menitikberatkan pengalaman individu, inklusif (fokus pada yg marginalized dahulu), dll.
20. Kalau Mbak Revina mau merendahkan hati sedikit menerima saran dari saya, baca dahulu lebih banyak soal feminisme itu sendiri. Baca lebih banyak soal ketimpangan dan konsep2 inklusivitas lebih seksama agar sadar bahwa 'memukul rata' semua peristiwa dan korban itu bahaya.
You can follow @niniesrina.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: