Blackpink baru saja merilis lagu barunya dan ada satu hal yang cukup menarik perhatian. Terdapat tweetwar antar fandom Blackpink dan fandom lainnya. Sebenarnya, apa penyebab budaya toxic seperti ini langgeng, bukan hanya pada fandom K-pop, tetapi juga lainnya?

- a thread!
Sebelum kita melanjutkan, thread ini bukan untuk menyatakan bahwa fandom K-pop lebih toxic dari fandom lain & kita harus menjauhi orang-orang yang tergabung dalam fandom K-pop. Thread ini akan berusaha menjelaskan alasan perilaku toxic yang membudidaya dalam fandom K-pop.
Setidaknya, ada empat buah alasan mengapa dunia perfandoman (dalam kasus ini ialah K-pop) bisa menjadi toxic, dilihat dari sudut pandang budaya dan psikologi:

1. Kompetisi industri K-pop.
2. Budaya dalam fandom.
3. Demografi umur.
4. Aspek psikologis dari penggemar.
Pertama-tama, mari membahas tentang kondisi industri K-pop terlebih dahulu. Industri ini cukup mendorong terjadinya persaingan antar-fanbase yang lebih kompetitif dibandingkan industri musik lain. Bagi mereka, tanda tangan kontrak kerja sama seperti menyerahkan diri ke agensi.
Mungkin kita membayangkan bahwa dengan menjalani kesulitan bersama-sama, mereka dapat membentuk pertemanan yang mendalam dengan bintang-bintang lain dalam “pelatihan” kecil mereka. Akan tetapi, pada kenyataannya, hal tersebut tidaklah disarankan.
Hal ini dikarenakan pertemanan tersebut dapat sewaktu2 terputus ketika agensi yang melatih mereka memutuskan untuk tak mendebutkan orang tertentu. Mayoritas bintang K-pop seakan-akan tidaklah lebih dari sekadar komoditas untuk diperas habis bakatnya oleh para produser.
Segala aspek dari hidup mereka diatur untuk menghasilkan nilai jual yang paling tinggi, seperti penampilan yang diatur sedemikian rupa. Nilai jual ini menghasilkan 2 respons dari para penggemarnya. Pertama, mereka menjadi cukup fanatik dalam dukungan mereka terhadap idola mereka.
Kenapa? Sebab idola mereka dapat sewaktu-waktu dikalahkan oleh idola lain. Mungkin situasi yang ada dapat dikatakan sama seperti balapan mobil. Kita semua ingin pembalap yang paling kita sukai untuk menang, bukan?
Apalagi ketika kita sudah “berinvestasi” dengan cara membeli merch yang banyak. Industri K-pop memiliki bakat untuk menjual merch dengan efisiensi yang mengagumkan. Oleh karena itu, ketika ada orang yang mengancam investasi kita, berperilaku defensif ialah hal natural, bukan?
Respons kedua ialah dari penggemarnya, yakni soal “kebutuhan” bagi para penggemar yang ada untuk melihat idolanya memenuhi ekspektasi yang sudah diberikan. Intinya seperti “aku udah keluar duit banyak buat kamu, kalo kamu gagal, awas aja”.
Itulah mengapa banyak idola K-pop yang menjalin hubungan romantis secara diam-diam, sebab hubungan romantis bukanlah hal yang diharapkan dari penggemarnya. Idola korea perempuan harus polos, mereka tidak boleh melakukan hal-hal yang dianggap mengancam impresi polos tersebut.
Bagi penggemarnya, sang idola harus menjadi milik semua penggemarnya dan tidak boleh diberikan kepada orang lain. Ketika idola yang ada melanggar harapan ini, sebuah respons negatif dari beberapa penggemar yang ada bukanlah sesuatu yang dapat dihindarkan.
Selanjutnya kita akan membahas demografi umur. Umur para penggemar K-pop 50% berada di bawah 30 tahun, dengan 20-30% dari para penggemar yang ada memiliki umur dibawah 20. Bahkan, pada beberapa fanbase yang ada, jumlah penggemar di bawah umur 20 tahun bisa sampai menembus 40-50%.
Ketika orang2 yang umurnya masih beranjak dewasa ini menggunakan sosial media, mereka terkadang kurang mampu memahami bahwa investasi K-pop bukanlah segalanya. Mereka dengan senangnya mampu bertengkar dengan orang lain ketika membicarakan soal idola siapa yang paling baik, dsb.
Hal ini berhubungan dengan budaya fandom yang ada. Beberapa dari mereka dapat dengan mudah memulai pertengkaran dengan orang-orang yang menurut mereka mengancam posisi idola masing2. Iklim yang ada ini sangatlah kompetitif.
Selain itu, seperti yang dapat kita lihat, dalam dunia K-pop (juga J-pop), idola yang ada cukup interaktif dengan para penggemarnya. Mereka memiliki sesi khusus ketika di panggung, idolanya berbicara dan berinteraksi dengan para penggemarnya.
MC-ing mereka ini sepertinya lebih ditekankan dibanding dengan industri barat. Hal tersebut membuat penggemar yang ada lebih mudah membentuk kesukaan yang mendalam dengan idola mereka, karena idola mereka seakan-akan memberi perhatian pada fans-fans yang ada.
Oleh karena itu, para penggemar sangat kompetitif untuk memastikan bahwa idola mereka adalah idola nomor satu. Mereka dalam pengertian tertentu cukup menyayangi idola mereka. Beberapa penggemar mengerti hidup seperti apa yang dijalankan oleh para idola mereka.
Hal ini membuat penggemar ingin memastikan bahwa idola mereka sukses agar penderitaan yang telah dijalani idola mereka dapat terbayar. Alasan terakhir adalah aspek psikologis dari para penggemarnya.
Mereka sangat mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok fanbase yang ada dengan proporsi yang bahkan lebih intens dibandingkan identifikasi para penggemar anime terhadap fanbase masing-masing.
Beberapa penggemar mengakui bahwa mungkin fanbase mereka lebih penting dibandingkan hubungan antara penggemar dengan idolanya. Mereka cukup mudah untuk terlarut2 dalam groupthink yang ada. Karena itu, mudah untuk menjadi ganas saat idola mereka dipandang buruk oleh orang lain.
Selain itu, groupthink ini memudahkan mereka untuk pada akhirnya menghasilkan perilaku-perilaku yang dapat dikatakan tidak cukup diharapkan bagi komunitas yang lain. Selain itu, beberapa dari penggemar k-pop memang memiliki kultur berbahaya seperti sasaeng fans.
Sasaeng fans ini ialah penggemar yang terobsesi sampai rela untuk membahayakan idola mereka sendiri hanya untuk dikenali idolanya. Anggota dari fanbase idola yang dibahayakan tersebut tentu saja tidak mendukung perilaku dari sasaeng fan tersebut.
Oleh karena itu, kita harus bisa menyadari bahwa dalam fandom K-pop, memang ada orang-orang yang seperti ini yang tidak mencerminkan budaya K-pop secara keseluruhan.
Sekian beberapa alasan mengenai mengapa ada budaya toxic yang cukup memprihatinkan dalam fandom K-pop ada yang toxic. Sekali lagi thread ini berusaha melakukan penjelasan singkat dalam melihat fenomena yang kerap terjadi berulang kali.
Beberapa dari alasan yang telah diberikan tentu saja dapat kita temukan di fandom lainnya, seperti kasus penggemar Ariana Grande dan Billie Eilish, J-pop, dan lainnya. Kami berharap setiap orang dapat lebih bijak dalam menggunakan sosial media.
You can follow @logos_id.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: