Ok supaya tdk disangka cherry picking saya lanjut ulasan soal kegagalan lockdown berdasarkan contoh dibeberapa negara. Penjelasan soal India ini adalah contoh extreme. Lockdown dgn cara kekerasan dan kondisi demografinya kurang lebih mirip dgn Indonesia. https://twitter.com/amflife/status/1260197362670198784
Kita mulai dari South Africa. South Africa melakukan lockdown secara nasional sejak 27 Maret. Artinya nation wide lockdown sudah dilakukan lebih dari 45 hari hingga hari ini. Namun kalau kita lihat kurva penularan dan kurva kematian di India belum menunjukkan tanda2 penurunan
Jumlah testing perhari di South Africa skrng secara gradual meningkat hingga 16K. Secara statistik jumlah daily case per daily testing di South Africa jg ikut meningkat. Grafik ini mengilustrasikan pergerakan ratio daily confirmed cases per daily testing yg jg naik seperti India
Akibat lockdown, bahan makanan menjadi langka di South Africa. Penduduk harus antri berkilo-kilometer untuk mendapatkan bahan makanan. Ancaman kelaparan sangat nyata di negaranya Nelson Mandela ini. Ancaman kelaparan lebih menakutkan bagi masy South Africa https://twitter.com/ajplus/status/1256469720833949697
Negara berikutnya adalah Ecuador. Ini adalah salah satu negara yg belakangan cukup disorot karena lonjakan kematian. Mayat2 digeletakkan begitu saja dijalanan karena tdk hanya rumah sakit yg overwhelming, tapi pemakaman juga. https://edition.cnn.com/2020/04/03/americas/guayaquil-ecuador-overwhelmed-coronavirus-intl/index.html
Mungkin banyak yg lupa kalau Ecuador sudah melakukan Lockdown nasional sejak 16 Maret. Namun sejak tanggal tersebut grafik kematian di Ecuador tetap meningkat. Sementara new daily cases nya masih belum bisa dikatakan menurun.
Ecuador saat ini kapasitas daily testingnya mencapai 5K. Sementara ratio confirmed cases per testingnya sangat tinggi, ratio confirmed cases per testing nya yg hampir1. Artinya hampir semua yg ditest hasilnya positive. Ini menunjukkan angka kasusnya jauh lebih tinggi dari data
Sebuah analisa di NYtiimes menunjukkan angka kematian kematian di Ecuado menunjukkan spike hingga lebih dari 7600 kematian diatas natural death disana. Hal ini yg mungkin bisa menjelaskan kenapa pemakaman di Ecuador sampai overwhelming.
Negara berikutnya adalah Peru. Ini merupakan negara yg diyakini sebagai salah satu lockdown paling ketat didunia. Pengumuman lockdown dilakukan dgn sangat cepat. Hanya beberapa hari sejak frist confirmed cases di awal Maret.
Peru memberlakukan jam malam, pemisahan gender dalam antrian. Sehingga menembakkan gas air mata ke arah kerumunan masa. Banyak cerita-cerita yg dibagi oleh foreign traveler di Peru bagaimana ketatnya lockdown disana
Namun, hingga hampir 2 bulan lockdown. Angka daily cases dan daily death akibat Covid 19 di Peru masih menunjukkan kenaikan. Artinya meskipun melakukan lockdown secara cepat dan juga ketat tidak membuat Peru berhasil melandaikan kurva penyebaran Covid 19 nya.
Kapasitas testing di Peru saat ini mencapai 50K perhari. Sementara untuk ratio daily confirmed cases per testingnya juga meningkat. Grafik ini menunjukkan ratio confirmed cases per daily testing bergerak menuju 5x, artinya menuju 20% ratio cases/testingnya.
Sbnrnya ada banyak lagi contoh negara2 lain yg menunjukkan trend serupa meskipun sdh mengambil kebijakan Lockdown yg ketat. Angka laju penularan masih tetap meningkat sementara masalah lain spt ancaman kelaparan & ekonomi yg collapse shg membuat mereka terpaksa buka lockdownnya
Sebagai perbandingan, kita bisa lihat grafik serupa di beberapa negara yg tdk lockdown dan tdk agressive melakukan testing. Kita bisa ambil contoh Jepang. Sebagai tuan rumah Olimpiade, Jepang sejak awal denial mengenai outbreak di negaranya. Jepang adalah negara yg tdk lockdown
Meskipun ditetapkan state emergency, bisnis di Jepang masih tetap buka. Jepang tidak mewajibkan toko2 bahkan barbershop ditutup. Jika dilihat angka daily cases di Jepang sudah mengalami penurunan sejak tanggal 15 April. Sementara daily death cenderung plataeu.
Sementara untuk angka testing di Jepang hanya sdkt lebih baik dari Indonesia. Angka tertinggi mereka juga hampir sama dgn Indonesia. Hanya saja rata-rata harian cenderung lebih tinggi. Meskipun ditekan, mereka tdk ramp up testingnya. Menjaga rasio cases/testing diangka 10%.
Secara demografi, Jepang adalah negara dgn aging population tertinggi didunia. Jadi secara teori, angka kematian seharusnya sudah jauh lebih tinggi dari pada Italy ataupun UK. Selain itu kota2 di Jepang lebih padat dari pada Eropa, seharusnya penyebaran lebih cepat disana
Negara berikutnya adalah Sweden. Seperti yg sudah diketahui banyak orang. Sweden adalah negara yg secara terbuka menginginkan terbentuknya herd immunity. Sekolah2 tdk diliburkan di Sweden dan kehidupan berjalan seperti biasanya hanya dgn sedikit pembatasan.
Trend cases di Sweden sudah cenderung plateu sejak awal April. Coba dibandingkan dengan UK yg sejak 23 Maret yg lalu melakukan Lockdown. Pattern kurva daily casesnya cenderung sama. Padahal strategi Sweden ini awalnya akan digunakan oleh UK
Sementara trend grafik kematian harian pun antara kedua negara tidak jauh berbeda. UK dan Sweden menunjukkan trend yg sama-sama turun. Meskipun UK lockdown sementara Sweden tidak. Hal ini yg membuat Johann Giesecke secara terbuka sering mengatakan UK membuat kesalahan besar.
Berdasarkan data rasio cases/testing. UK menunjukkan pergerakan rasio yg jauh lebih tinggi dari pd Sweden. Hal ini menunjukkan kemungkinan angka cases di UK masih lebih tinggi dari pada Sweden. Sementara UK saat ini, Indikator ekonominya sudah mengharuskan u/membuka lockdown nya
Tentu saja saya tdk menafikan kalau ada negara2 yg mengambil kebijakan Lockdown berhasil melandaikan kurvanya. Namun, perbandingan2 diatas menunjukkan tdk ada dukungan data empirik yg bisa menyatakan kalau Lockdown seketat apapun, pasti akan dapat melandaikan kurva penyebaran.
Sementara excess akibat lockdown seperti krisis ekonomi, lumpuhnya kemampuan negara berproduksi yg menyebabkan ancaman kelaparan, meningkatnya kematian karena stress, kekerasan oleh aparat dsbnya menyertai dalam penerapan Lockdown. Padahal wabahnya belum tentu dpt dikendalikan
Hal-hal inilah yg membuat saya sampai saat ini masih belum bisa teryakini kalau Lockdown adalah langkah yg tepat. Sama halnya seperti pendapat Michael Levitt, seorang peraih nobel kimia, dan juga Prof Giesecke yg menyatakan lockdown adalah kesalahan besar.