Thread untuk Hifumi
Berhubungan dengan host yang satu ini memang tidak mudah, tapi tidak pernah ada salahnya untuk mencoba. Itulah pikiranmu setiap hari, mulai dari pagi hingga malamnya tertidur lagi.
Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi ketika mimpi indahmu terganggu oleh suara pintu dibuka dengan terburu-buru. Dirimu mengharapkan si rambut pirang itu pulang. Tapi apa yang tidak kamu antisipasi adalah wajah sembab Hifumi di hadapanmu
Matamu menangkap jaket host yang selalu ia banggakan tersampir di tangan kanannya. Saat jemarimu mencoba menyentuh wajah yang nampak basah itu, tangan kirinya menepis jarimu dengan cepat. Kau pun hanya terpana melihatnya.
"Hifumi? Ada ap-"
"Jangan sentuh aku!" Telingamu seolah tertusuk mendengar dirinya berteriak begitu. Napasnya yang memburu dengan pupilnya yang mengecil seolah melihatmu bagai ancaman. Ia pun mundur perlahan.
"To-Tolong...Jangan lagi.."
"Jangan sentuh aku!" Telingamu seolah tertusuk mendengar dirinya berteriak begitu. Napasnya yang memburu dengan pupilnya yang mengecil seolah melihatmu bagai ancaman. Ia pun mundur perlahan.
"To-Tolong...Jangan lagi.."
Ada isak tangis di sela permohonannya yang tampak menyedihkan. Sampai beginikah dampak masa lalu yang terus menghantuinya?
Tangannya yang pucat memeluk tubuhnya sendiri dengan perlahan dengan lutut yang tak mampu menopang dirinya lagi.
Tangannya yang pucat memeluk tubuhnya sendiri dengan perlahan dengan lutut yang tak mampu menopang dirinya lagi.
"Kau mau kubuatkan teh hangat?" Hanya itu yang bisa keluar dari mulutmu, mencoba mengerti tanpa menanyai lebih lanjut tentang apa yang terjadi.
Mendapat respon anggukan dari Hifumi sudah membuatmu sangat bersyukur.
Mendapat respon anggukan dari Hifumi sudah membuatmu sangat bersyukur.
Gemercik air dan dentingan sendok beradu dengan gelas saat dirimu mengaduk gula yang disertai semerbak aroma teh menyadarkan Hifumi di mana dia berada.
Lampu temaram yang familiar, kursi meja makan yang kadang berbunyi aneh, dan keberadaanmu.
Lampu temaram yang familiar, kursi meja makan yang kadang berbunyi aneh, dan keberadaanmu.
Keheningan yang canggung sama sekali bukan sifat Hifumi. Selalu ada kicauan acak dari Hifumi yang tiba-tiba, tetapi tidak hari ini.
Hanya ada Hifumi, dirimu, dan kesunyian.
Kau juga tidak keberatan. Selama masih bisa membantunya, kau akan melakukan apa saja.
Hanya ada Hifumi, dirimu, dan kesunyian.
Kau juga tidak keberatan. Selama masih bisa membantunya, kau akan melakukan apa saja.
"Terima kasih..." Gumam partnermu saat menerima cangkir teh hangat. Kau berusaha memposisikan jarimu agar tidak menyentuhnya, menghindari gestur yang membuatnya tidak nyaman.
Setelah Hifumi menyeruput tehnya dan mendesah pelan, kau kembali mendengar sayup-sayup tangisan.
"Orang itu... Dia datang lagi.."
Siapa? Apa yang dia lakukan? Tapi lebih tahu untuk tidak buru-buru bertanya.
"Orang itu... Dia datang lagi.."
Siapa? Apa yang dia lakukan? Tapi lebih tahu untuk tidak buru-buru bertanya.
"Psikopat itu datang dan.."
Dan?
"Dia tiba-tiba meraba bahuku."
Dan?
"Dia tiba-tiba meraba bahuku."
"Oke, aku tahu. Aku tahu itu gestur yang biasa dilakukan pelangganku, tapi ini tidak biasa. Aku bahkan bisa merasakan dia menguntitku saat aku pulang tadi." Kata-kata meluncur dengan cepat sampai kau hampir tak mengerti.
"Dan... Maaf aku menepis tanganmu tadi." Mata keemasan Hifumi menatapmu dengan sungguh-sungguh.
"Aku sudah berjanji untuk tidak terganggu ketika kau menyentuhku, tapi tetap saja..."
Kau pun mengangguk mengerti dan Hifumi menghela napas dengan lega.
"Aku sudah berjanji untuk tidak terganggu ketika kau menyentuhku, tapi tetap saja..."
Kau pun mengangguk mengerti dan Hifumi menghela napas dengan lega.
"Aku mengerti." Ujarmu sambil bangkit dari kursimu. Kau pun menaruh gelas kosong di wastafel dan berjalan menuju kamar tidur kalian. Hifumi yang mengikutimu dari belakang pun berbelok menuju kamar mandi, membersihkan diri.
Tubuhmu yang terasa pegal-pegal karena terbangun tengah malam langsung merebahkan diri. Masih tersisa wangi shampo Hifumi pagi tadi yang membuatmu semakin mengantuk. Kalau saja penciumanmu tidak dibangunkan dengan wangi asli langsung dari sumbernya.
Hifumi mengangkat selimut dan bergelung di dalamnya bersamamu. Mencoba sekali lagi mengakrabkan diri dengan kehangatan tubuh orang yang dicintainya. Kali ini ia pun merasa lebih nyaman sehingga memilih menyandarkan kepalanya di dadamu.
Tidak bisa lebih senang daripada itu, kau memegang lembut kedua pipinya. Disambut senyuman kecil dari Hifumi, kau mencium dahinya perlahan sambil pelan-pelan kembali tertidur.
"Terima kasih..." Bisikan itu yang terakhir kau dengar sebelum tertarik kembali ke dunia mimpi.
-FIN-
"Terima kasih..." Bisikan itu yang terakhir kau dengar sebelum tertarik kembali ke dunia mimpi.
-FIN-