Mencoba berbaik sangka ke pemerintah (pusat) lalu gue coba cari tahu dikit dan "holyshit".

Ini baru jurnal pertama dan Araujo & Naimi, pembukaannya udah kayak gini.

- Masih berupa draft
- Belum di peer review
- Riset medis yg belum dievaluasi https://twitter.com/infoBMKG/status/1246437053660712960
Bentar, sa coba baca-baca dulu.
Karena jurnal pertama nggak ketemu, gue coba bahas dikit. Dimulai dari jurnalnya Araujo & Naimi tadi.

(Kapabilitas gue hanya sebatas prinsip dasar di sekitar biologi yaa. Jadi silahkan banget kalau mau koreksi. Kita lagi bicara sains kok.)
Meskipun demikian, Araujo & Naimi juga menyatakan bahwa untuk wilayah subsahara Afrika, Amerika Latin, dan Asia Tenggara permodelan memberikan hasil yang variatif akibat masih jarangnya penderita yang positif Covid-19 di wilayah tersebut.

Halamannya cari sendiri yaa.
Yang dikritisi mereka cukup banyak.

Kira-kira ringkasannya begini:

1) Transmisi virus SARS-Cov-2 (penyebab penyakit Coronavirus Covid-19) itu langsung antar manusia.

2) Virus juga bukan organisme yg bisa dibilang hidup (untuk bisa bereproduksi, harus meminjam sel makhluk lain)
3) Terkait asumsi Araújo & Naimi yang mengatakan bahwa distribusi SARS-Cov-2 setara dengan iklim (karena penyebarannya sudah merata) juga di-refute dalam argumen di bawah.

Please be advised, data positif Covid-19 di seluruh dunia:
23 Mar: 378ribu
29 Mar: 723ribu
1 Apri: 1172ribu
3a) Dengan kata lain (menurut awakku), dengan jumlah kasus saat ini hampir tiga kali lipatnya dari saat data yang menjadi dasar paper Araújo & Naimi tsb., permodelan tersebut bisa jadi sudah obsolete.

Mesti di-running ulang lagi.
4) Kritik berikutnya, data geospasial yang digunakan.

Data dari John Hopkins University tersebut hanya untuk app dashboard, jadi koordinatnya tidak perlu akurat.

Salah satu contoh kasus u/ Rusia, kebanyakan kasus Covid-19 adanya di Moskow, tapi data geospasialnya di Siberia
Sebenarnya masih banyak banget yang bisa dibahas dari paper-paper yang dijadikan acuan kultwit dari lembaga negara bernama BMKG yang diwakili akun twitter @infoBMKG.

Tapi sudah jam 1 malam, bung.
Terkait status Preprint dari Paper tersebut, penjelasannya di bawah ini.

Saya semalam ceroboh sudah menggunakan kata draft sebagai pengganti kata preprint.

My apologies.

https://www.aje.com/arc/benefits-of-preprints-for-researchers/
Sebenarnya, masih cukup banyak kririkan Chipperfield et al. atas paper Araújo dan Naimi.

Namun karena sudah menyentuh jerorannya 'permodelan ekologis', mungkin ada yang bisa membantu?
Chipperfield dkk juga memperingatkan bahwa permodelan yang tidak matang dan dikerjakan oleh saintis di luar bidangnya berpotensi mempengaruhi kebijakan pejabat publik.

Sesuatu yang langsung terjadi dalam waktu kurang dari seminggu sejak Chipperfield dkk memberikan peringatan.
Oh iya. Beberapa saya perhatikan ada yg quote-tweet kalau jurnal yang dipakai jurnal bodong.

I deny such claims.

Belum di peer review tidak sama dengan "bodong". Ini penting untuk diperhatikan.
Paper berikutnya yang jadi basis kultwit humas BGKG itu dari Sajadi et al.

Secara umum, paper beliau lebih memiliki basis karena data permodelannya dibandingkan dengan Coronavirus lainnya yang juga menginfeksi manusia.

Berikut papernya.

https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3550308
Sekali lagi perlu di-emphasize, sejauh ini paper yang dipakai bentuknya permodelan.

Mesti ikut disesuaikan juga dengan informasi termutakhir.

Oleh karena itu, meski Sajadi pertama kali mem-preprint papernya di 10 Maret 2020, paper tersebut di-revisi lagi pada 26 Maret 2020.
Kembali ke paper Sajadi et al.

Beliau dkk menyatakan bahwa model mere ini model yg disimplifikasi.

Ada banyak faktor yg belum di-consider. Beliau juga mengingatkan kalau hubungan sebab akibat langsung antara posisi lintang, temperatur dan persebaran virus ini belum terbukti.
Ibarat maket, apalagi maket tahapan awal, belum bisa dianggap jadi bangunan yang kokoh, toh?
Sajadi dkk juga mengingatkan, meski kemungkinannya SARS-Cov-2 mengikuti pola coronavirus lainnya (lebih intens di musim dingin),

SARS-Cov-2 ini virus baru bagi manusia. Belum ada yang imun. Dan kalau melihat data pandemik lainnya, akan ada puncak2 infeksi di luar musim dingin.
Salah satu KEMUNGKINANnya, di iklim tropis virus ini tidak dapat sustain di musim panas di area tropis (lintang rendah/katulistiwa). Namun harus dibarengi dgn usaha peningkatan kesehatan masyarakat.

Namun kasusnya semakin betambah. Jadi hal ini semakin tidak mungkin.
Sajadi dkk juga menambahkan, tidak semua coronavirus memiliki pola penyebaran yang memuncak di musim dingin.

MERS adalah salah satu coronavirus yang mampu menyebar di setiap musim.
Rehat dulu gaes.

Kepala gue nggak bisa dipakai mikir banyak-banyak. Wk.
You can follow @ALtheDiscreet.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: