Mungkin kamu sering mendengar pendapat, "Yesus nggak bisa menyelamatkan diri-Nya sendiri di salib, masak mau menyelamatkan banyak orang?"

Apakah memang pengorbanan diri berkebalikan dengan keselamatan? Teologi salib dan realitas berkata: tidak!✝️

- utas salib part 2 -
Dalam utas sebelumnya, kita sudah tahu apa itu "cross"(salib) dan "crucifix"(salib dengan tubuh Kristus).

Sekarang kita tambah satu istilah lagi, yaitu "crucifixion", yang artinya "(adegan) penyaliban".
Tahun 313, kekristenan diakui sebagai agama resmi oleh kekaisaran Romawi.

Artinya, para pengikut Kristus setelah hampir tiga abad dianiaya tanpa perlawanan sama sekali, kini bebas beribadah, mengekspresikan simbol-simbol iman dan membangun gereja.
Apakah lantas setelah itu crucifix -yang menjadi simbol iman Kristen- bertebaran di mana-mana?

Oh, tidak semudah itu!

Umat Kristen awal mengimani Yesus Kristus sebagai Allah Putera, namun mereka masih sulit melihat penderitaan dan kurban salib sebagai karya keselamatan.
Intinya, mereka khawatir bila ketika orang melihat salib, orang hanya akan melihat potret adegan sadis.

Bagaimana orang melihat keilahian dan kemuliaan Kristus, bila Ia ditampilkan dalam keadaan menderita dan tersalib?
Sampai abad ke-5, gambaran salib masih langka. Keselamatan lebih dihubungkan dengan gambaran Perjanjian Lama: Daniel di gua singa, bahtera Nuh, tiga pemuda dalam tanur api, dan lain sebagainya.

Itu semua tampak lebih heroik dipajang ketimbang salib!
Kisah Konstantinus yg menang karena menggunakan simbol salib pada abad ke-4 membuka refleksi tentang "salib sebagai simbol kemenangan".

Tak lama berselang, kekristenan diakui kekaisaran.

Akhirnya, justru simbol salib yg dihindari itulah yg menjadi tanda kemenangan Gereja!
Yang banyak muncul sejak awal abad ke-5 bukanlah crucifix, melainkan adegan penyaliban (crucifixion) yang lengkap, seperti dalam Injil: ada Yesus, 2 penjahat, Maria & Yohanes di kaki salib, juga prajurit yang menikam lambung Yesus.

Kadang, tampak pula Yudas yg mati tergantung.
Gambar penyaliban itu merupakan ekspresi iman, sekaligus berfungsi mengajarkan iman; menceritakan isi Kitab Suci. Kenapa dengan gambar?

Pertama: masih banyak sekali orang Kristen yang buta huruf.

Kedua: belum ada mesin cetak. Kitab suci digandakan dengan disalin manual.
Karena itu, jumlah Kitab Suci ketika itu masih sangat terbatas. Bayangkan betapa lamanya menyalin secara manual satu jilid Kitab Suci saja!

Skripsimu yang panjangnya nggak sampai seperempat Injil aja butuh waktu mengetik bertahun-tahun kan?🙊
Dan karena gambar-gambar penyaliban itu berfungsi sebagai pengajaran, kemenangan Kristus mesti digambarkan dengan simbol-simbol yang jelas di situ. Kristus yang tersalib mesti digambarkan dalam perspektif ilahi, kebangkitan, dan kemenangan.
Maka dalam gambar-gambar tersebut wajah Kristus digambarkan tidak menderita. Ia berdiri, tidak tergantung, pada kayu salib. Tangan-Nya terentang -lebih seperti sedang berdoa. Matanya terbuka dan bibirnya kadang tersenyum tipis. Seringkali, Ia mengenakan kain panjang.
Yang ini, salah satu gambar tertua, malah salibnya hilang. Disensor.

Selain alasan teologis, dilema menggambar salib juga karena alasan kultural: seni rupa Yunani-Romawi klasik hampir selalu menghindari ekspresi-ekspresi penderitaan dan kematian.
Jadi, gambaran-gambaran penyaliban ketika itu bernuansa naratif (penyaliban sesuai kisah Injil) sekaligus teologis (Yesus digambarkan dlm simbol-simbol kehidupan, kemuliaan & kemenangan).

Ada pula salib-salib yg dihiasi dengan permata dan emas utk menekankan kemuliaan tersebut.
Meski sulit diterima, namun jemaat Kristen sejak semula tidak pernah mengingkari penderitaan dan pengorbanan Kristus sebagai jalan keselamatan dan kemenangan.

Baru pada periode selanjutnya, muncul salib2 yang khusus merefleksikan penderitaan Kristus. Ini utas lain kali saja.
Orang-orang Kristen inilah yang merintis refleksi bahwa penderitaan, pengorbanan, bahkan kematian adalah jalan keselamatan dan kemenangan, ketika banyak orang masih memandang penderitaan dan kematian sebagai aib, dosa, dan tanda ketidakhadiran Tuhan.
Sekarang? Narasi dan refleksi "pengorbanan diri untuk menyelamatkan banyak orang" sudah semakin populer.

Lihat saja narasi Superman dalam "Batman vs Superman", Iron Man dalam "Endgame", atau Luke Skywalker dalam "The Last Jedi".

Keselamatan datang seiring pengorbanan diri!
Begitu pula, pada masa sulit Covid-19 ini, kita butuh pengorbanan2 untuk keselamatan banyak orang.

Orang2 mampu mesti mau berkorban materi; tenaga medis mesti berkorban waktu-jiwa-raga; kita mesti berkorban kebebasan; kerinduan mudik bertemu keluarga pun mesti dikorbankan.
Bukankah semua pengorbanan diri itu -bukan dan tanpa mengorbankan orang lain- demi keselamatan banyak orang?

Sebaliknya, kalau kita masih berpikir soal keuntungan, tak mau rugi atau berkorban sama sekali, pastilah hanya semakin memperburuk keadaan.
Refleksi salib tidak akan pernah lapuk: pengorbanan diri mutlak diperlukan demi keselamatan banyak orang!

Jadi, sudahkah kamu berkorban demi keselamatan bersama?😇
You can follow @JubirPartikelir.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: