~How I came out as a lesbian in a big family~
Aku seorang yang terlahir bervagina, tumbuh dan berkembang di keluarga yang menganut agama Islam dalam hidup. Pada waktu itu, usia ku 14 Tahun. Aku bersekolah di salah satu Madrasah Tsanawiyah swasta di Banjarmasin.
Singkat cerita.
Diwaktu itu Lebaran Idul Fitri, sedang kumpul keluarga. Seluruh keluarga besar dari pihak mama.
Selepas sungkeman saling memohon maaf dan mengampuni, semua pada sibuk menyiapkan makan.
Aku dengan segenap kenekatan ku.
(Berteriak) SEMUAAAAA ADA PENGUMUMAN PENTING !
Seluruh mata yang ada tertuju padaku.
"Nek, Kai, Ma, Acil, Om dan yang lain, saya lesbian dan saya bahagia dengan itu!" Ucap ku penuh semangat.

Dengan sekejap suasana menjadi asing, hening. Tetes demi tetes air mata mulai berjatuhan dari Nenek, Mama dan Tante-tante ku.
"Tenang, semua duduk melingkar, ayo kita bicarakan." Ucap kakek memecah suasana.

Semua pun nurut dan langsung berkumpul sambil menatapku tajam.

Satu persatu dipersilahkan mengungkap segala apa yang ada dipikiran.
Semua menyudutkan ku, semua menghakimi ku, semua menyalahkan mama yang menurut mereka salah mendidik.

Bagi mereka, ketika aku menjadi bagian dari Lesbian; prestasi ku akan menurun, masa depanku tidak jelas, kehidupanku akan rusak.

Sampai pada aku diberi kesempatan berbicara.
Aku hanya bertanya; apa yang membuat kalian bahagia?

Mereka sepakat kebahagiaan mereka adalah bahagia mama. Lalu mama lah yang menjawab "kamu menikah dengan lawan jenis, memiliki keluarga, dan menghabiskan napas dengan itu semua."

"Ya, aku akan melakukannya ma." Sahutku lirih.
Lalu ku lanjut dengan balik bertanya "apakah itu membuat mama bahagia?"

"Tentu saja, bahagiamu adalah bahagia mama nak." Sahut mama.

Aku menangis tersedu sembari melanjutkan perbincangan itu.
"Jika aku menikah dengan lawan jenis lalu aku tidak bahagia, apa mama tetap bahagia?"
"Lalu apa bahagia mu!" Mama menyahut dengan emosional nya yang mulai tidak stabil.

Aku merendah serendah-rendahnya "Ma, biarkan saya merasakan cinta kasih sesuai yang saya inginkan. Saya mohon."

Semua terdiam. Suasana kembali hening. Kakek pun meneteskan air mata.
Setelah beberapa perbincangan kecil berlalu, semua sepakat untuk memberiku kesempatan dengan beberapa syarat dan ketentuan.

1. Prestasi harus tetap tercapai
2. Biayai hidup sendiri selain tempat tinggal
3. Apapun yang terjadi, hadapi tanpa bantuan keluarga.

Akupun sepakat.
Seketika hidupku benar-benar berubah, aku harus berjuang lebih untuk hidupku.

Dari waktu itu, aku kelas VIII MTs hanya berfasilitas tempat tinggal.
Untuk biaya sekolah, makan dan kebutuhan lainnya, bermodalkan uang Rp.50.000,- hasil berhutang dengan rentenir.
Mulai berdagang kerupuk keliling jalan kaki. Dan harus menyisihkan Rp.2.000,-/hari untuk menyicil hutang ku selama 30hari. Seperti yang kubilang tadi, hutang dengan rentenir, jadi pasti berbunga ya.

Sisa waktu selain sekolah dan menjajakan kerupuk, aku gunakan untuk belajar.
Yap! Aku berhasil menjadi lulusan keagamaan terbaik se-Provinsi tingkat MTs. Btw, MTs itu Madrasah Tsanawiyah ya.

Lalu aku mendaftar disalah satu Sekolah Menengah Kejuruan Bertaraf Internasional. Aku lulus seleksi karna prestasi yang ku bawa hasil MTs, tapi tidak untuk beasiswa.
Aku berjuang lagi agar sekolah ku dapat beasiswa.
Karna aku tidak ingin menggunakan beasiswa kurang mampu, sebab menurutku aku masih mampu berjuang dan banyak anak kurang mampu yang lebih membutuhkan.
Aku harus dapat beasiswa jalur prestasi!
Aku melewati proses psikotes, tes tertulis dan wawancara.
Horay! Aku berhasil mendapatkan nilai tertinggi kedua dari ribuan pesaingku untuk masuk di sekolah itu.

Tuhan maha baik. Sejak itu, aku mulai diberi uang saku oleh mama Rp.10.000,-/hari untuk ongkos angkot.
Perjuangan belum berakhir.
Aku terus meningkat kan potensi diriku dengan ikut ekstrakurikuler Paskibra, dan lomba-lomba kejuruan lainnya yang membuatku mendapatkan uang lebih, hasil dari menjadi juara lomba.

Singkatnya, aku selesai SMK.
Aku lulus beasiswa kuliah di Korea dan lulus pendidikan Polwan.
Tapi semesta berkehendak lain.
Aku butuh biaya awal ke Jakarta untuk pergi ke Korea, karna fasilitas transportasi dimulai dari Jakarta.
Dan aku butuh biaya transportasi juga untuk pendidikan Polwan di Pulau Jawa.
Tak ada satupun keluarga yang berkenan meminjami aku uang untuk biaya itu.
Aku menyerah. Tapi tidak untuk peluang lain!

Merantau lah aku dengan pasangan Perempuanku waktu itu, kami saling mengimbangi.
Aku mulai kerja dari jadi Cleaning Service sebuah Mall, berkat Tuhan aku sampai mampu jadi General Manager Accounting di sebuah Supermarket terbesar se-Asia.

Itu sangat bagus.
Tapi sayang, pada tahun 2015 aku sakit parah. Lumpuh selama 3 bulan membuat ku terpaksa berhenti kerja.
Dari situ, semua keluarga mulai melihat value dalam diriku.
Mereka yakin aku tetap putri kecil mereka yang baik. Memiliki orientasi seksual yang berbeda dengan yang lainnya, tidak membuatku layak menjadi buruk.

Semua berusaha membantu segala pemulihan hidupku.
Aku sampai pada dititik, ketika pulang lebaran yang mereka tanya adalah "Kapan kamu siap angkat anak dengan pasangan perempuan mu?"

Sepupu-sepupu ku pun sering bercanda "cel, nanti anak kalian panggil nya Mami dan Bunda?"
Terimakasih Tuhan. Terimakasih Semesta.
Yang sudah turut serta berduet dengan ku dalam setiap perjuangan, untuk mengembalikan kepercayaan keluarga besar ku, bahwa apapun orientasi seksual nya pasti bisa menciptakan kebahagiaan.

~~~
Sedikit tambahan.
Aku share ini bukan agar kalian bisa segera Coming Out. Malah ini harus jadi referensi apa yg harus kalian siapkan.

Seperti mental yang sehat, keuangan yang cukup dan support system yang memadai. Lalu ketika hal buruk terjadi kalian tidak perlu seberdarah aku.
You can follow @fruitiescandy.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled: